Proses dan Hukum Pernikahan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia

Posted by Admin MYP | Proses dan Hukum Pernikahan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia

Proses dan Hukum Pernikahan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia

Proses dan Hukum Pernikahan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia

Pernikahan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia merupakan ikatan sah yang diakui negara, namun melibatkan proses administratif yang lebih kompleks dibanding pernikahan sesama WNI. Proses ini dirancang untuk memastikan keabsahan pernikahan secara hukum Indonesia sekaligus melindungi hak-hak kedua belah pihak. Pemahaman terhadap pengertian dan dasar hukum yang berlaku sangat penting untuk kelancaran proses ini.

BACA JUGA : Sertifikat Hak Milik (SHM): Benarkah Tak Tergoyahkan? Mengenal Alasan SHM Dapat Digugat atau Dibatalkan

Pengertian
Pernikahan campuran dalam konteks ini didefinisikan sebagai perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda karena perbedaan kewarganegaraan. WNI tunduk pada hukum Indonesia (baik hukum positif maupun hukum agama/kepercayaannya), sementara WNA tunduk pada hukum nasionalnya yang harus dipenuhi sebagai prasyarat. Pernikahan ini dapat dilaksanakan secara adat, agama, atau catatan sipil, tetapi wajib dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama untuk yang muslim atau Kantor Catatan Sipil untuk non-muslim) untuk memiliki kekuatan hukum.

Dasar Hukum
Landasan hukum utama yang mengatur pernikahan campuran di Indonesia adalah:

  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan): Pasal 2 menyatakan perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, serta harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan. Pasal 57-62 secara khusus mengatur tentang perkawinan campuran.

  2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013): Mengatur pencatatan perkawinan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan.

  3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974: Menjelaskan teknis pelaksanaan perkawinan, termasuk untuk perkawinan campuran.

  4. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979: Menegaskan bahwa bagi WNA, harus dipenuhi persyaratan sesuai hukum nasionalnya (seperti izin dari pemerintah atau negaranya, serta surat keterangan belum menikah dari negara asal).

  5. Keputusan Menteri Hukum dan HAM serta Peraturan Dirjen Administrasi Hukum Umum: Mengenai proses pemberian surat keterangan untuk perkawinan campuran di Catatan Sipil.

Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan

  1. Pemenuhan Persyaratan Hukum Nasional WNA:

    • WNA harus menyiapkan Surat Keterangan Belum Menikah (Single Status) dari negara asalnya. Dokumen ini biasanya diterbitkan oleh otoritas negara asal (seperti catatan sipil atau imigrasi) dan sering kali harus dilegalisir oleh perwakilan diplomatik (Kedutaan/Konsulat) negara asal di Indonesia.

    • Beberapa negara mensyaratkan Surat Keterangan Bebas Menikah (NOC – No Objection Letter) dari kedutaan mereka di Indonesia.

    • WNA juga harus memastikan bahwa menurut hukum negaranya, ia diizinkan untuk menikah dengan WNI (tidak ada halangan hukum).

  2. Pemenuhan Persyaratan untuk WNI:

    • WNI menyiapkan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

    • Surat Keterangan Belum Menikah dari Kelurahan/Desa (bagi yang belum pernah menikah) atau Akta Cerai/Akta Kematian Pasangan (bagi janda/duda).

  3. Pengajuan Pemberitahuan dan Pemeriksaan:

    • Kedua calon mempelai (atau kuasanya) mengajukan pemberitahuan keinginan menikah secara tertulis kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di tempat WNI berdomisili.

    • PPN akan memeriksa kelengkapan dokumen. Untuk WNA, dokumen dari luar negeri harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah.

  4. Proses di Kantor Catatan Sipil (Untuk Non-Muslim):

    • Bagi calon pasangan non-muslim, proses utama berlangsung di Kantor Catatan Sipil setempat.

    • Setelah dokumen lengkap dan pemeriksaan selesai, Kantor Catatan Sipil akan menerbitkan Surat Keterangan untuk Perkawinan Campuran.

    • Upacara pernikahan dapat dilaksanakan di hadapan Pejabat Pencatat Nikah di Kantor Catatan Sipil atau di tempat lain yang disetujui, kemudian dicatat.

  5. Proses di Kantor Urusan Agama (KUA) (Untuk Muslim):

    • Bagi calon pasangan muslim, proses dilakukan di KUA setempat.

    • WNA wajib menunjukkan bukti bahwa ia beragama Islam (biasanya dari kantor muslim atau Islamic centre di negara asal atau pernyataan di hadapan PPN).

    • KUA akan melakukan pemeriksaan dan jika memenuhi syarat, akan melangsungkan akad nikah dan mencatatkannya.

  6. Legalisasi dan Laporan ke Imigrasi:

    • Setelah memiliki Kutipan Akta Perkawinan, WNI melaporkan perkawinannya ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk pencatatan di KK.

    • WNA wajib melaporkan perkawinannya kepada Perwakilan Diplomatik negaranya di Indonesia untuk dicatat.

    • Penting: WNA yang menikah dengan WNI kemudian dapat mengajukan izin tinggal tetap (KITAP) sebagai suami/istri WNI, sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Proses ini dimulai dengan mengajukan visa tinggal terbatas (VITAS) atas dasar perkawinan.

Hak dan Konsekuensi Hukum
Setelah pernikahan tercatat, berlaku hukum-hukum seperti hak waris, pengasuhan anak, dan harta bersama. Terkait kewarganegaraan, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menganut asas ius sanguinis dan mengakui kewarganegaraan ganda secara terbatas hanya untuk anak hasil perkawinan campuran hingga usia 18 tahun, setelahnya harus memilih satu kewarganegaraan.

BACA JUGA : Menagih Piutang Dagang: Pilih Pengadilan Perdata atau Pengadilan Niaga?

Kesimpulan
Pernikahan antara WNA dan WNI di Indonesia adalah proses hukum yang sah dan dilindungi undang-undang. Kunci keberhasilannya terletak pada kesiapan dan keakuratan dokumen dari negara asal WNA, serta ketelitian dalam mengikuti prosedur pencatatan di Indonesia. Konsultasi dengan pengacara atau konsultan hukum perdata yang berpengalaman dalam perkawinan internasional sangat disarankan untuk memandu pasangan melalui kompleksitas birokrasi dan memastikan semua aspek hukum terpenuhi, sehingga pernikahan tidak hanya sah secara religius dan sosial, tetapi juga kuat secara hukum.

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS LAW FIRM

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel