Upaya Hukum Pencegahan Atas Pencemaran Udara Akibat Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap Di Indonesia

Posted by Admin MYP | Upaya Hukum Pencegahan Atas Pencemaran Udara Akibat Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap Di Indonesia

Upaya Hukum Pencegahan Atas Pencemaran Udara Akibat Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap Di Indonesia

Upaya Hukum Pencegahan Atas Pencemaran Udara Akibat Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap Di Indonesia

Assytha Salsabila

PENDAHULUAN

Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) dibangun untuk Meningkatkan ketersediaan tenaga listrik dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia. PLTU ini juga salah satu upaya untuk Meningkatkan sarana dan prasarana yang nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, PLTU juga memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Namun, dibalik banyaknya dampak positif, tak sedikit pula dampak negatif terhadap lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas PLTU yang terus berlangsung. Dampak negative yang paling menonjol dari aktivitas ini adalah adanya pencemaran udara yang dapat mempengaruhi kesehatan warga sekitar daerah yang terdampak.

BACA JUGA : Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Produk Skincare Overclaim Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Salah satu elemen penting bagi kehidupan manusia adalah udara. Kualitas udara yang bersih adalah udara yang terbebas dari kandungan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, udara yang memiliki karateristik tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, terasa sejuk, dan tidak memiliki kandungan padat seperti debu.[1] Namun, saat ini kualitas udara menjadi persoalan yang belum terselesaikan, tidak hanya di Indonesia, tetapi hal ini sudah menjadi persoalan global. Pencemaran udara sendiri terjadi karena beberapa faktor, diantaranya karena adanya sumber dari bahan pencemaran yang mengeluarkan emisi polutan dan terjadinya interaksi bahan pencemar di atmosfer, hal ini menyebakan terjadinya penurunan kualitas udara dan tentunya menimbulkan dampak negative pada manusia serta lingkungan.[2]

Permasalahan yang terjadi pada lingkungan hidup tidak dapat dipisahkan dari perilaku manusia. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi, diperlukannya peran penegak hukum dalam hal ini pemerintah untuk dalam hal ini perlunya kebijakan untuk mencegah terjadinya bencana akibat dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Peraturan perundang-undangan yang ada hendaknya diberlakukan dengan baik untuk melindungi lingkungan hidup beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya dalam rangka melindungi lingkungan hidup.

PEMBAHASAN

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah jenis pembangkit yang menggunakan energi panas yang diubah menjadi uap panas yang selanjutnya digunakan untuk memutar turbin dan menggerakkan generator untuk mengkonvensikan energi kinetik menjadi energy listrik. Uap panas yang dihasilkan berasal dari proses penguapan air dari proses pembakaran yang pada umumnya menggunakan bahan bakar seperti batubara, gas alam, maupun bahan bakar minyak umtuk memanaskan air.[3] PLTU berbahan bakar batubara merupakan salah satu yang tertinggi produksinya di Indonesia, hal ini disebabkan oleh jumlah persediaan batubara masih sangat baik secara global serta harganya yang relative rendah.

Saat ini pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara masih menjadi system pembangkit listrik yang paling banyak pengoperasikan di Indonesia, hal ini dapat disebabkan oleh biaya yang rendah dalam pengoperasiannya dibandingkan dengan sistem pembangkit listrik seperti pembangkit listrik yang bersumber dari tenaga air, tenaga nukir, panas bumi dan lainnya, dengan biaya yang rendah kelebihan dari PLTU ini adalah dapat menghasilkan energi listrik bersekala besar. Hal ini dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang ada. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 menyebutkan:

Pengembangan energi yang dimiliki Indonesia harus didasarkan pada beberapa prinsip:

  1. Melakukan pemaksimalan terhadap penggunaan energi terbarukan dengan memperhatikan tetap tingkat ekonomi;
  2. meminimalisir pengguan terhadap minyak bumi;
  3. memanfaatkan gas bumi dan energi baru dengan optimal;
  4. menggunakan batubara sebagai pasokan utama energi nasional.

Hukum memiliki peran penting dalam hal pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada dalam rangka penanggulangan kerusakan pada lingkungan hidup. Dengan adanya aturan hukum yang mengatur perlindungan lingkungan hidup menjadikan masyarakat mendapatkan kepastian atas hak nya menjalankan hidup dengan baik. Negara memiliki kewajiban dalam hal pencegahan dan pengawasan terhadap adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang bersifat mencemar dan dapat merusak lingkungan. Penegakkan hukum dapat bersifat represif dengan memberikan sanksi kepada pihak yang menjadi pelaku perusakan lingkungan yang berripa sanksi administratif, sanksi, perdata, hingga sanksi pidana. Selain itu, hukum lingkungan juga bersifat preventif dengan menjadikan hukum perizinan dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebagai instrument hukum. Peraturan mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup secara sistematis untuk tercapainya kesejahteaan  manusia dan keseimbangan lingkungan.

Dalam pengoperasiannya, PLTU menghasilkan limbah Fly Ash dan Bottom Ash dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara berkalori tinggi sebagai bahan bakar dalam proses boiler yang dikategorikan sebagai non-B3 dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. FABA merupakan material sisa yang terbentuk dari proses pembakaran batu bara. FABA berbentuk seperti debu halus yang menyerupai abu vulkanik yang berasal dari gunung berapa, tetapi tekstur FABA sedikit lebih halus daripada abu vulkanik. FABA yang berbentuk abu terbang ini dapat menyebabkan pencemaran udara bersifat pertikel debu apabila tidak dikelola dengan baik. Partikel yang terlepas ke udara apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti masalah pada pernapasan terutama pada kelompok anak-anak dan orang tua yang rentan. Selain itu, permasalahan utama dari pengoperasian PLTU adalah tingginya emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara yang mempengaruhi laposan ozon yang dapat menyebabkan pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim. Selain itu, pencemar yang dihasilkan juga bergerak dan menyebar di atmosfer dan dapat menyebabkan permasalahan kesehatan yang terbilang serius pada manusia, seperti infeski pernapasan, asma, stroke, penyakit jantung, dan penyakit paru-paru yang bersifat kronis.

Kategori limbah yang dihasilkan oleh PLTU yang beroprasi merupakan hal yang sangat penting diberikan pengawasan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adaya perbedaan pengelolaan pada setiap kategori limbah yang dihasilkan. Limbah dengan kategori Non-B3 bukan berarti tidak berbahaya sepenuhnya, maka dari itu terdapat prosedur pengelolaan yang diatur atas limbah tersebut. Jika pengelolaan limbah yang tidak dilakukan dengan benar akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Dalam hal peraturan terkait pencemaran udara akibat aktivitas PLTU, dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, peraturan ini mengatur tentang bagaiman pemerintah harus bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh tahapan dari pengelolaan energi yang didalamnya termasuk penyediaan, pengusahaan dan pemanfaatan energy serta konservasi sumber daya energy.

Pemanasan global merupakan salah satu permasalahanyang dampaknya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di dunia. Hal ini menciptakan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan ini. Kepedulian ini mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang pada Tahun 2015 menghasilkan suatu perjanjian internasional yang  diberi nama Paris Agreement sebgai bentuk komitmen para anggota secara global terhadap permasalahan pemanasan global. Paris Agreement merupakan salah satu bentuk kesepakatan internasional dalam wujud perjanjian internasional yang merupakan upaya koordinasi internasional yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim dengan mengurangi emisis gas rumah kaca. Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Paris Agreement dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention On Climate Change.

Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Dapat dilihat dalam Pasal 14 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwasannya pelaksanaan PIK harus dilakukan dengan menggunakan pemanfaatan energy yang baru dan terbarukan, hal ini dalam rangka untuk mencapai sasarang atas proporsi energy baru dan terbarukan dalam bauran energy yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada bidang energy. Diatur pula terkait mekanisme pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh proses pembakaran dengan bahan bakar energy fosil seperti batu bara yang digunakan oleh PLTU. Juga beberapa limbah yang dihasilkan oleh PLTU selanjutnya dapat dijadikan sebahai bahan konstruksi infrastuktur dengan beberapa mekanisme yang ada sebagai salah satu bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan mengurangi limbah. Indonesia memiliki opsi lain jika kedepannya dalam jangka puluhan tahun Indonesia masih menggunakan PLTU sebagai pembangkit listrik utama, salah satu opsi yang akan diguanakan oleh pemerintah adalah dengan penggunaan teknik clean coal technology yang nantinya akan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca dalam pembuangan limbahnya dibandingkan dengan teknik konvensional yang dilakukan pada pembakaran PLTU pada kebanyakannya.

Peraturan-peraturan yang telah disebutkan termasuk perjanjian internasional yang dilakukan oleh Indonesia sudah mengacu pada pembangunan berkelanjutan yang berawasan lingkungan sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Seluruh peraturan yang ada telah memberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap hak atas warga Negara untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Tetapi dalam pengimplementasian peraturan yang ada tentunya akan dihadapkan dengan tantangan yang timbul berupa permasalahan baru yang akan timbul kedepannya.

Permasalahan pengimplementasian yang terjadi dapat berupa dilemma dari penempatan lokasi dari PLTU itu sendiri. Jika pembangkit listri dilokasikan di dekat perairan maka akan berdampak pada ekosistem laut yang ada, hal ini mengakibatkan ekosistem laut menjadi rusak akibat limbah yang dihasilkan yang menyebakan berkurannya penghasilan masyarakat setempat yang memiliki pendapatan dari hasil laut. Sedangkan jika pembangkit listrik dilokasikan ditengah pemukiman warga dapat menyebabkan permasalahan yang serius pula, limbah dari hasil pembakaran yang berupa abu terbang dapat menimbulkan masalah penapasan hingga mengancam jiwa bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya terutama bagi kelompok rentan seperti orang tua dan anak-anak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat, dan akademisi yang ada di Indonesia harus menjadi pengaas dan pemerhati lingkungan untuk memastikan pengendalian yang baik terhadap pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas PLTU.

BACA JUGA : Pentingnya Partisipasi Politik Generasi Muda Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas

KESIMPULAN

Penegakkan hukum lingkungan merupakan salah satu upaya dalam rangka pencegahan atas kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.  Peraturan yang ada terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, secara keseluruhan telah memberikan jaminan kepada lingkungan beserta elemen didalamnya termasuk makhluk hidup untuk pemenuhan dalam perlindungan lingkungan hidup sebagai salah satu instrument yang tercantum dalam UUD 1945. Dari paparan yang telah ada, dapat dilihat bahwa Indonesia masih menggantungkan permbangkit lisrtik pada PLTU sampai dengan beberapa tahun yang akan dating, walaupun pada kenyataannya dampak dari penggunaan PLTU sebagai pembangkit listrik secara terus-menerus dapat merusak lingkungan hidup baik secara nasional maupun global. Namun, dengan dilakukannya ratifikasi terhadap perjanjian paris oleh Indonesia menunjukkan adanya keselarasan antara pemenuhan kebutuahn akan energy listrik dengan tanggung jawab terhadap perjanjian internasioanl. Saran yang  dapat diberikan oleh penulis adalah Indonesia dapat menjalankan opsi atas penggunaan teknologi Clean Coal untuk PLTU yang sudah ada dan lebih mengedepankan pembangkit listrik yang menggunakan energy terbaharukan yang menghasilkan lebih sedikit dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

[1] Fatma, D. (2016). Ciri-ciri Udara yang Bersih dan Sehat. ilmu geografi. https://ilmugeograficom.cdn.amproject.org/v/s/ilmugeografi.com/ilmu-bumi/udara/ciri-ciri-udara-yang-bersih-dan-sehat.

[2] Prabowo, K., & Muslim, B. (2018). Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan Penyehatan Udara. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/PenyehatanUdara_SC.pdf

[3] Maesa Gusti Rianta, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Indonesiaare.co.id, Februari 2020, https://indonesiare.co.id/id/article/pembangkit-listrik-tenaga-uap-pltu

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has One Comment

  1. Silvia

    makasih infonya

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel