Posted by Admin MYP | Tanah Warisan yang dikuasai tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain
Hukum adat merupakan suatu kebiasaan masyarakat adat, ketentuan dalam hukum adat yaitu untuk mengatur masyarakat hukum adat salah satunya. Hukum waris merupakan perbuatan hukum yang timbul akibat seseorang meninggal dunia yang dimana mengakibatkan peralihan harta kekayaan yang dahulu dimiliki kepada ahli warisnya. Berkaitan dengan pewarisan yang dimana berarti adanya pindah atau berpindahnya harta milik pewaris yang sudah meninggal kepada ahli warisnya dalam hal ini keturunan dari si pewaris yang sah.
Hukum yang terdapat di masyarakat adat merupakan hukum tidak tertulis, ciri khas yang dijadikan pedoman dalam lingkungan rakyat untuk menjalankan rasa adil dan terjaminnya hidup sejahtera dalam masyarakatnya disebut dengan hukum adat. Secara konstitusional yaitu dalam Pasal 18 (B) Ayat (2) UUDNRI 1945, dimana menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dengan kesatuan–kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Republik Indonesia mengakui sesuai dengan yang diatur oleh UU.
BACA JUGA : PHK Kesalahan Berat Berdasarkan UU Cipta Kerja
Ahli waris sebagai penerima waris dari pewaris terjadi peralihan hak milik berdasarkan warisan peralihan tersebut dilakukan, diketahui, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang, yang kemudian selanjutnya akan di proses kembali di Kantor Pertanahan. Jika ada lebih dari satu pewaris, pendaftaran harus disertai dengan sertifikat distribusi warisan yang berisi pemberitahuan tentang tanah atau membangun hak yang didasarkan pada Corticated dari distribusi warisan (Sitompul, 2018). Indonesia mengenal sistem pewarisan yaitu sistem mayorat, individual serta kolektif. Pengertian sistem mayorat, hanya dimiliki atau dikuasai oleh anak tertua dan bertanggung jawab untuk mengelola dan memanfaatkan untuk kepentingan serta kebutuhan saudara kandung atau adik-adiknya. Sedangkan sistem individual dimana para ahli waris dapat memiliki atau menguasai harta warisan tersebut secara pribadi, tetapi di sistem kolektif kebalikan dari penjelasan sistem individual yaitu harta warisan dimiliki atau dikuasai bersama–sama (Subekti, 1991). Selain sistem pewarisan, di Indonesia juga mengenal sistem kekerabatan ada 3 (tiga) sistem yaitu petrilineal, matrilineal, dan parental. Di masyarakat adat Bali, sistem kekerabatan yang dianut yaitu sistem patrilineal yang dimana sistem ini menarik garis keturunandari ayah. Dalam masyarakat adat hindu yang ada di Bali sistem penarikan garis keturunan dari ayah ini disebut dengan sistem keturunan laki-laki atau Purusha (Hadikusuma, 1987). Fenomena yang sering terjadi di lingkungan masyarakat adat Bali yang berkaitan dengan pembagian warisan yaitu tidak adilnya ahli waris dalam membagikan harta peninggalan dari pewaris, misalkan seperti pemalsuan silsilah keluarga agar ahli waris lain tidak mendapatkan bagian dari pembagian harta warisan tersebut. Perlu diketahui bahwa permasalahan tentang sengketa waris atau pengaturan tentang pewarisan masyarakat adat di Bali terbilang sangat sulit dikarenakan setiap masing-masing daerah atau desa mempunyai aturan yang berbeda – beda dalam masyarakat adat Bali (Windia & Sudantra, 2006).
BACA JUGA : Pengertian Addendum: Perjanjian, Dasar, Fungsi dan Syaratnya
Sering terjadinya sengketa terhadap pembagian harta warisan yang berupa hak atas tanah dimana para ahli waris tidak setuju dengan pembagian yang terjadi. Saling terjadinya permasalahan dalam pembagiannya menjadikan ahli waris yang lain dirugikan. Sehingga sengketa tentang tanah turun waris ini sampai ke pengadilan bahkan Mahkamah Agung. Namun hal menarik ditemukan oleh (Rialzi, 2016), dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa dalam hukum Islam, tanah warisan yang belum didistribusikan dilarang untuk dibeli dan dijual karena masih dimiliki oleh ahli waris lainnya. Jika semua ahli waris menyetujui pembelian dan penjualan, itu dapat dibeli dan dijual, jika tidak dianggap ilegal dan dicabut. Ini menandakan sebelum tanah waris dibagikan kepada pewaris, telah dilakukan mediasi yang disetujui oleh calon pewaris untuk menghindari konflik dikemudian hari.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
mantap pak
siap pak, makasih infonya
wess siap pak
makasih infonya pak
Pingback: Menang Gugatan Pesangon di MA tapi Haknya Tak Bisa Cair, 102 Buruh yang Di-PHK PT. Yooshin Indonesia Kirim Surat ke Badan Pengawas MA untuk memantau Gugatan PKPU (Pailit) di Pengadilan Jakarta Pusat
Pingback: Menang Gugatan Pesangon di MA tapi Haknya Tak Bisa Cair, 102 Buruh yang Di-PHK PT. Yooshin Indonesia Kirim Surat ke Badan Pengawas MA untuk memantau Gugatan PKPU (Pailit) di Pengadilan Jakarta Pusat
Pingback: Menang di Pengadilan, Mantan Buruh PT. Yooshin Belum Terima Haknya
Pingback: Cari Pengacara Perceraian di Tangerang? MYP Law Firm Solusinya