GADAI SYARIAH DENGAN AKAD MURABAHAH DAN RAHN (Pelaksanaan Pembiayaan Logam Mulia Dengan Akad Murabahah Dan Rahn Pada Pegadaian Syariah)

Gadai syariah Dengan Akad Murabahah Dan Rahn

Posted by Admin MYP – Gadai syariah Dengan Akad Murabahah Dan Rahn

GADAI SYARIAH DENGAN AKAD MURABAHAH DAN RAHN

(Pelaksanaan Pembiayaan Logam Mulia Dengan Akad Murabahah Dan Rahn Pada Pegadaian Syariah )[1]

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier tidak semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memilki dana yang cukup, sehingga tidak jarang karena tidak ada barang yang dijual, ia terpaksa mencari pinjaman kepada orang lain.

Dengan berkembangnya perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, maka seorang dapat mencari uang pinjaman melalui jasa pembiayaan baik melalui lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank, diantaranya adalah Lembaga Pegadaian.

Lembaga Pegadaian di Indonesia sudah lama berdiri sejak masa kolonial Belanda. Untuk menekan praktek pegadaian illegal serta memperkecil lintah darat yang sangat merugikan masyarakat, maka pemerintah kolonial Belanda memonopoli usaha pegadaian dengan mendirikan jawatan pegadaian yang berada dalam lingkungan Kantor Besar Keuangan. Kemudian pada tahun 1930 dengan stbl. 1930 nomor 226. jawatan pagadaian itu diubah bentuknya menjadi Perusahaan Negara berdasarkan pasal 2 IBWI (donesche Bedrijven Wet) yang berbunyi : penunjukan dari cabang-cabang dinas negara Indonesia sebagai perusahaan negara dalam pengertian undang-undang ini, dilakukan dengan ordonansi.[2]

Pada masa kemerdekaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 178 tahun 1961, status lembaga pegadaian adalah jawatan pegadaian. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990, perusahaan Jawatan Pegadaian diubah manjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, di mana misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP No.103 tahun 2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Setelah melalui kajian yang panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.[3]

Arti gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang itu secara didahulukan dari pada orang berpiutang lainnya, kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya penyelamatannya setelah barang itu digadaikan adalah biaya-biaya mana harus didahulukan.[4]

Pengertian gadai syariah dalam Hukum Islam adalah Rahn yang mempunyai arti menahan salah satu harta milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima dari peminjam atau murtahin. Rahn terjadi karena adanya transaksi muamalah tidak secara tunai (hutang piutang). Dan apabila bermuamalah tidak secara tunai, hendaknya ditulis sebagai bukti agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari. Sayid Sabiq mendefinisikan rahn adalah : menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang yang memungkin untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.[5]

Gadai syariah atau rahn pada mulanya merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh Bank Syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia telah mengadakan kerjasama dengan Perum Pegadaian, dan melahirkan Unit Layanan Gadai Syariah (kini, Cabang Pegadaian Syariah) yang merupakan lembaga mandiri berdasarkan prinsip syariah.

Produk Pegadaian Syariah yang ditawarkan pada umumnya meliputi:

  1. Penyaluran pinjaman secara gadai yang didasarkan pada penerapan prinsip Syariah Islam dalam transaksi ekonomi secara syariah (gadai emas biasa).
  2. Pembiayaan ARRUM (Ar Rahn Untuk Usaha Mikro/Kecil), yaitu pembiayaan yang dikhususkan untuk UMM (Usaha Kecil Mikro Menengah) dengan obyek jaminan berupa BPKB (Bukti Permilikan Kendaraan Bermotor).
  3. Pembiayaan MULIA (Murabahah Logam Mulia Untuk Investasi Abadi), yaitu penjualan logam mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat secara tunai atau angsuran, dan agunan jangka waktu fleksibel.

Kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sebagai murtahin kepada nasabahnya sebagai rohin diikat dengan berbagai akad yang sah sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Akad secara etimologis berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun secara ma’nawi, dari satu segi maupun dari dua segi.[6]

Secara istilah, akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya.[7] Akad juga merupakan salah satu cara untuk memperoleh harta dalam Hukum Islam dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari.[8]

Didalam Produk Gadai Syariah Mulia, dilaksanakan dengan akad murabahah, dimana jual beli dilaksanakan dengan pembayaran tangguh, dan emas yang dibeli tidak langsung diterima oleh pembeli, melainkan ditahan oleh pegadaian syariah sebagai penjual dengan akad rahn sampai pembayaran dibayar lunas oleh pembeli atau nasabah. Sehingga dalam transaksi MULIA ini menggunakan dua akad yaitu akad murabahah dan akad rahn.

Untuk mengetahui yang sebenarnya bagaimana praktik akad murabahah dan rahn (dua akad dalam satu transaksi), maka perlu dilakukan kajian mengenai pelaksanaan Gadai syariah dengan akad murabahah dan rahn.

Baca Juga : Tata Cara Mengajukan Gugat Cerai

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan Yakni bagaimakakan pelaksanaan Gadai syariah dengan akad murabahah dan rahn pada Pegadaian Syariah?

C. Tujuan Masalah

Dari rumusan diatas maka bisa mengambil tujuan masalah yakni Untuk mengetahui pelaksanaan Gadai syariah dengan akad murabahah dan rahn pada Pegadaian Syariah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Produk Pegadaian Syariah di Indonesia

Secara umum lembaga pegadaian mempunyai produk jasa berupa : [9]

1. Gadai

Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga, dengan barang jaminan berupa barang bergerak berwujud seperti perhiasan, kendaraan roda dua, barang elektronik dan barang rumah tangga.

2. Jasa taksir

Jasa taksir diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang miliknya seperti emas, perak dan berlian.

3. Jasa titipan

Jasa titipan merupakan cara pemecahan masalah yang paling tepat bagi masyarakat yang menghendaki keamanan yang baik atyas barang berharga miliknya. Barang-barang yang dapat dititipkan di pegadaian adalah perhiasan, surat-surat berharga, sepeda motor dan sebagainya.

Sistem operasional produk Pegadaian syari’ah dilakukan melalui prinsip-prinsip sebagai berikut :

·       Prinsip Wadi’ah (Simpanan);

·       Prinsip Tijarah (Jual Beli atau Pengembalian Bagi Hasil);

·       Prinsip Ijarah (Sewa);

·       Prinsip al-Ajr wa al-Umulah (Pengembalian Fee);

·       Prinsip al-Qard (Biaya Administrasi).[10]

B. Ketentuan Akad Murabahah dan Akad Rahn

1. Ketentuan tentang Akad

a. Pengertian Akad

Menurut Syamsul Anwar, bahwa istilah “perjanjian” disebut” akad” dalam hukum Islam. Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt).69 Makna “ar-rabtu” secara luas dapat diartikan sebagai ikatan antara beberapa pihak. Arti secara bahasa ini lebih dekat dengan makna istilah fiqh yang bersifat umum, yakni keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu, baik keinginan bersifat peribadi maupun keinginan yang terkait dengan pihak lain.[11]

Menurut Syamsul Anwar, akad adalah pertemuan ijab dan Kabul sebagai pernyataan dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada obyeknya. Secara lebih jelas akad dapat diartikan sebagai pengaitan ucapan salah seorang yang melakukan akad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada obyeknya, sehingga akad merupakan salah satu sebab peralihan harta yang ditetapkan syara’yang karenanya timbul beberapa hukum berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.[12]

b. Rukun dan syarat Akad

Agar suatu akad mempunyai kekuatan mengikat kapada para pihak dan sah menurut syari’ah, maka harus terpenuhi syarat dan rukunnya sebagai berikut :

1.     Akid (pihak yang bertransaksi).

2.     Ma’qud alaih (obyek Perjanjian).

3.     Sighat (ijab dan Kabul).

2. Akad Murabahah

a. Pengertian Akad Murabahah

Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf (m) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. bahwa salah satu produk perbankan berdasarkan Prinsip Syariah adalah Perjanjian Murabahah. Perjanjian atau pembiayaan murabahah juga menjadi produk yang ditawarkan Pegadaian Syariah.

Baca Juga : ALAMAT PERADILAN UMUM DI INDONESIA

Murabahah menurut Sutan Remi Sjahdeni Murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada perjanjian Murabahah atau mark up, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up / keuntungan.[13]

Menurut para fuqoha, Murabahah adalah penjualan barang seharga biaya / harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik Murabahah adalah penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.[14] Menurut Dewan Syariah Nasional Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya denganharga yang lebih sebagai laba.

Murabahah bersifat amanah (kepercayaan) dimana pembeli mempercayai perkataan penjual tentang harga pertama tanpa ada bukti dan sumpah. Dalam hal ini penjual dalam memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan yang merupakan harga pokok pembelian, dan tambahan keuntungan, tidak disertai dengan bukti pembelian. Dalam jual beli murabahah ini kejujuran penjual sangat penting sebagaimana tersebut dalam QS. Al-Anfal (8) ayat 27 yang berbunyi sebagai berikut:

 

یأیھا الذین ءامنوا لاتخونوا آلله وتخونوا أمنتكم وأنتم تعلمون

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang sedang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersaba :

عن صالح بن صھیب عن ابیھ قال ٫ قال رسول الله صل الله علیھ وسلم ثلا ث فیھن البركة البیع الى اجل والمقارضة واخلاط البر با لشیعیر للبیت لا للبیع

Artinya :

Dari Suhaib r.a. bahwa rasulullah s.a.w. bersabda : “Tiga hal yang di dalamnya terapat keberkahan, jual beli secara tangguh (murabahah), muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk kepentingan rumah bukan untuk diperjual belikan.” (HR.Ibnu Majah).

Perjanjian murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan angsuran. Pada perjaanjian murabahah pegadaian syariah membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu keuntungan. Dengan kata lain, penjualan barang oleh pegadaian syariah kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus profit Pembayaran dari nasabah dilakukan dengana cara angsuran dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Sistem pembayaran secara angsuran tadi dikenal dengan istilah Bai’ Bitsaman Ajil.[15] Baik mengenai barang yang di butuhkan oleh nasabah maupun tambahan biaya yang akan menjadi imbalan bagi Pegadaian Syariah, dirundingkan dan ditentukan dimuka oleh pegadaian syariah dan nasabah yang bersangkutan.

Keseluruhan harga barang dibayar oleh pembeli (nasabah) secara angsuran. Pemilikan dari asset tersebut dialihkan kepada pembeli (nasabah) secara proporsional sesuai dengan angsuran-angsuran yang telah dibayar. Dengan demikian barang yang di beli berfungsi sebagai agunan sampai seluruh biaya dilunasi. Pegadaian Syariah diperkenankan pula meminta agunan tambahan dari nasabah yang bersangkutan.

b. Syarat-syarat Akad Murabahah

Syarat lazimnya murabahah terdiri atas :

1.     Mengetahui harga pertama (harga pembelian)

2.     Mengetahui besarnya keuntungan (margin)

3.     Modal hendaknya berupa komoditas yang memilki kesamaan dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.

4.     Obyek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa barang riba

5.     Akad jual beli pertama harus sah adanya, artinya transaksi yang dilakukan penjual pertama dan pembeli pertama harus sah.

c. Macam-macam Murabahah.

Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Murabahah tanpa pesanan.

Yaitu jual beli murabahah dilakukan dengan tidak melihat ada yang pesan atau tidak, sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh bank syariah atau lembaga lain yang memakai jasa ini, dan dilakukan tidak terkait dengan jual beli murabahah itu sendiri.

b) Murabahah berdasarkan pesanan.

Yaitu jual beli murabah dimana ah dimana dua pihak atau lebih bernegoisasi dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan suatu kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank untuk membeli aset yang kemudian dimiliki secara sah oleh pihak kedua.

Jika dilihat dari sumberdana yang digunakan, maka pembiayaan murabahah secara garis besar dapagt dibedakan men jadi tiga kelompok, yaitu :

1.     Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestricted Invesment Account atau Investasi Tidak Terikat).

2.     Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA (Restricted Invesment Account atau Investasi Terikat)

3.     Pembiayaan murabahah yang didanai dengan modal instansi (Bank atau Pegadaian)

d. Pihak-pihak Dalam Akad Murabahah

1. Pegadaian syariah

Pegadaian Syariah bertindak sebagai pembayar harga barang kepada pemasok barang (supplier) untuk dan atas nama pembeli (nasabah).

2. Nasabah

Nasabah Pegadaian syariah bertindak sebagai pembeli barang dengan membayar harga barang secara angsuran.

3. Pemasok barang (supplier)

Bertugas menyediakan dan mengirimkan barang yang dibutuhkan oleh pembeli (nasabah).

e. Bentuk Perjanjian Murabahah

Perjanjian Murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan secara kredit karena pembiayaannya dilakukan pada waktu jatuh tempo atau secara angsuran. Mula-mula Pegadaian Syariah membelikan atau menunjuk pembeli (nasabah) sebagai agen Pegadaian Syariah untuk membeli barang yang diperlukannya atas nama bank dan menyelesaikan pembayaran harga barang dari biaya bank. Bank seketika itu juga menjual barang tersebut kepada pembeli (nasabah) pada tingkat harga yang disetujui bersama untuk dibayar dalam jangka waktu yang disetujui bersama. Pada waktu jatuh tempo, pembeli (nasabah) membayar harga jual barang yang telah disetujui kepada bank.[16] Perjanjian murabahah juga dijalankan di pegadaian syariah berupa jual beli logam mulia atau emas dengan akad murababah dan rahn.

f. Resiko Pembiayaan Murabahah

Murabahah selain memiliki manfaat, disamping itu juga terdapat resiko bagi pihak bank syariah / gadai syariah dalam memberikan pembiayaan kepada para nasabahnya. Manfaat yang didapat dari pembiayaan murabahah antara lain adalah adanya keuntungan yang timbul dari selisih harga beli dari supplier dengan harga jual kepada nasabahnya, selain itu sistem administrasi murabahah sangat sederhana sehingga mudah untuk penanganannya.

Resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam pembiayaan murabahah antara lain[17]:

a) Resiko terkait dengan barang

Pegadaian Syariah membeli barang-barang yang diminta oleh nasabahnya den secara teoritis menanggung resiko kehilangan atau kerusakan pada barang-barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah. Pegadaian syariah dengan akad murabahah, diwajibkan untuk menyerahkan barang kepada nasbah dalam kondisi baik.

b) Resiko terkait dengan nasabah

Janji nasabah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu transaksi murabahah, tidaklah mengikat.Nasabah berhak menolak membeli barang ketika pegadaian syariah menawari mereka untuk berjualan.

c) Resiko terkait dengan pembayaran

Resiko todak terbayar penuh atau sebagian dari pembiayaan, seperti yang dijadwalkan dalam akad, ada dalam pembiayaan murabahah.

Landasan Hukum Murabahah adalah sama landasan hukum jual beli, yaitu Al- Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ulama. Sedangkan fatwa Dewan Syariah Nasional yang berkaitan dengan transaksi murabahah adalah :

1.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah

2.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah.

3.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000 tentang Diskon dalam Murabahah

4.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran

5.     Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 23/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah.

3. Akad Rahn

Syarat dan Rukun Akad Rahn

Menurut jumhur ulama selain hanafiah, rukun jaminan adalah :

1.     Sighat (ijab qabul)

2.     Rahin dan Murtahin (orang yang berakad)

3.     Marhun (barang yang dijadikan jaminan)

4.     Marhun bih (hutang)

Syarat jaminan menurut ulama fiqh adalah sesuai dengan rukun jaminan itu sendiri. Artinya syarat terkandung di dalam rukunnya. Syarat jaminan meliputi :

1.     Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, yaitu cakap bertindak menurut hukum; kecakapan ini menurut jumhur ulama adalah orang yang dewasa dan berakal.

2.     Sighat (ijab dan qabul). Menurut ulama Hanafiah bahwa rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau masa yang akan datang.

3.     Syarat marhun bih (hutang) adalah merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada orang yang berpiutang; hutang itu boleh dilunasi dengan barang jaminan jelas dan tertentu.

Rukun dan syarat sahnya jaminan ini dirumuskan sebagai berikut:

1.     Yang menjamin disyaratkan ahli dalam mengendalikan hartanya (baligh dan berakal)

2.     Orang yang dijamin disyaratkan terlepas dari utang yang mau dibayar

3.     Penerima jaminan disyaratkan dikenal betul-betul oleh yang menjamin

4.     Harta yang disyaratkan banyaknya.

5.     Sighat (ijab qabul) disyaratkan dengan lafal yang menunjukkan jaminan

4. Al-marhun / Benda Yang Bisa Menjadi Jaminan

Jika ditinjau dari segi dapat tidaknya dipindahkan, benda dapat dibagi dua

a) Benda bergerak (malul manqul)

Benda bergerak adalah benda yang mungkin (dapat) dipindahkan dan dirubah dari asalnya ke tempat lain, dengan bentuk serta keadaan tidak berubah.

b) Benda tetap (malul uger)

Benda tetap adalah benda yang tidak mungkin (tidak dapat) dipindahkan dan diubah dari asalnya ketempat lain.

Jika ditinjau dari segi bernilai atau tidaknya, benda dibagi atas benda-benda bernilai (mutaqawwam) dan benda tidak bernilai.

1.     Benda bernilai adalah benda secara riil dimiliki seseorang dan boleh diambil manfaatnya dalam eadaan biasa tidak dalam keadaan darurat, misalnya pekarangan rumah, makanan, binatang dan sebagainya.

2.     Benda tidak bernilai adalah benda yang secara riil belum dimiliki seseorang atau yang tidak boleh diambil pemanfaatannya kecuali dalam keadaan darurat misalnya binatang buruan di hutan, ikan di laut, minuman keras dan babi bagi orang Islam, dan sebagainya.

Jaminan dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a) Jaminan Kebendaan

Jaminan yang sifatnya kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, ciri-cirinya yaitu memiliki hubungan langsung atas benda tertentu dari peminjam, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat berupa benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindah datau dipindahka atau karena Undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, Benda bergerak dibedakan menjadi benda bergerak berwujud yang pengikatannya dengan gadai atau fidusia dan benda bergerak tidak berwujud pada pengikatannya dengan gadai. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindah atau karena Undang-undang mengelompokkan sebagai benda tidak bergerak. Menurut Rahmadi Usman, jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu dengan debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan, contohnya gadai.

b) Jaminan Perseorangan

Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, Jaminan perseorangan berupa :

·       Jaminan pribadi yaitu jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga secara perseorangan.

·       Jaminan perusahaan yaitu jaminan dari perusahaan yang dianggap mampu untuk mengembalikan pinjaman yang diterima bank.

C. Wanprestasi (tidak memenuhi isi akad)

Wanprestasi atau kelalaian dalam memenuhi isiakad di dalam hukum Islam disebut taqsir. Kelalaian menurut madzhab Hanafi merupakan salah satu bentuk dari sifat lupa ( nisyan) dan dikatakan jika pelakunya dalam keadaan sadar, maka kelalaian yang demikian tidak dapat dijadikan alasan yang dapat membebaskan seseorang dari pertanggungjawaban atas perbuatannya. Setiap kerugian yang disebabkan kelalaian seseorang, wajib diganti karena harta dan jiwa manusia mendapatkan perlindungan dalam syariah Islam.

Wanprestasi dalam Al Qur’an dan hadits tidak dijelaskan secara terperinci, akan tetapi hanya berupa ketentuan-ketentuan secara umum. Hal ini dapat dilihat dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 1 yang berbunyi :

یأیھا الذین ءامنوا أوفوا بالعقود

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”

Wanprestasi dalam KUH Perdata diartikan dengan kealpaan atau kelalaian, dengan demikian wanprestasi adalah sesuatu keadaan dimana si debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikan, keadaan ini disebabkan debitur alpa atau lalai atau ingkar janji. Berdasrkan definisi tersebut wamprestasi merupakan sikap seseorang debitur dalam melaksanakan perjanjian yang dibuat dengan seorang kreditur, adapun sikap debitur dapat berupa melakukan prestasi atau tidak melakukan prestasi, dalam hal debitur melakukan prestasi wujudnya dapat berupa memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Sedangkan bentuk dari tidak melakukan prestasi atau wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam yaitu :

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan.

3) Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.

4) Melakukan sesuatu yang menurut diperjanjian tidak dibolehkan.

D. Pelaksanaan Pembiayaan Logam Mulia Dengan Akad Murabahah Dan Rahn Pada Pegadaian Syariah

1. Bentuk Akad Murabahah.

Bentuk akad perjanjian pada pembiayaan Murabahah Logam Mulia yaitu penjualan logam mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat secara tunai dan agunan dengan jangka waktu fleksibel. Dalam pembiayaan ini didalamnya terdiri dari dua akad yaitu akad murabahah dan akad rahn.

Dalam hal ini Pihak pertama (pegadaian syariah) dengan pihak kedua (nasabah/pembeli) sepakat dan setuju untuk mengadakan akad murabahah logam mulia, dengan syarat dan ketentuan dalam pasal-pasal yang ditentukan dan menjadi kesepakatan bersama antara pihak pertama dengan pihak kedua.

Dengan terpenuhinya berbagai persyaratan serta ditanda tanganinya Akad Murabahah dan Akad Rahn, maka nasabah mempunyai hak untuk memperoleh barang berupa emas batangan sesuai dengan apa yang telah disetujui bersama oleh para pihak. Adapun Kewajiban Nasabah Dalama Akas Murabahah yakni:

·       Mentaati isi akad murabahah yang telah disepakati bersama

·       Membayar kembali harga barang yang telah ditertukan secara angsuran

·       Membayar margin keuntungan sesuai batas waktu dan jumlah yang telah ditentukan. Membayar uang muka (Araboun) atas harga barang pada saat menanda tangani Akad Murabahah.

Hak Dan Kewajiban Pegadaian Syariah dalam hal ini dijelaskan sebagai berikut:

a) Hak Pegadaian Syariah

Pemberian pinjaman kepada nasabah, yang berarti Pegadaian Syariah telah melaksanakan kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan dalam Akad Murabahah. Dengan demkian Pegadaian Syariah berhak untuk menerima prestasi yang dilakukan oleh nasabah. Apabila nasabah ingkar janji atau tidak melaksanakan prestasinya, maka Pegadaian Syariah, sesuai dengan Akad Murabahah, dapat mengambil

tindakan-tindakan yang dianggap perlu sebagai upaya penyelamatan terhadap dananya. Selain hak-hak tersebut diatas, Pegadaian Syariah juga mempunyai hak lain, yaitu :

·       Berhak memperoleh keuntungan dari harga barang yang dijual.

·       Berhak memperoleh jaminan.

·       Berhak mengadakan pemeriksaan atau evaluasi, teguran maupun peringatan kepada nasabah yang menyimpang dari isi Akad Murabahah.

·       Secara sepihak dapat memutuskan akad, apabila saat mengajukan permohonan pembiayaan, data atau dokumen-dokumen serta ionformasi mengenai pribadi nasabah tidak benar, tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

b) Kewajiban Pegadaian Syariah

Mengenai kewajiban Pegadaian Syariah sehubungan dengan pelaksanaan pemberian pembiayaan dapat dikonstruksikan sama dengan hak nasabah, yaitu Pegadaian Syariah diiwajibkan menyerahkan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan akad yang telahdisepakati dan tertuang dalam Akad Murabahah.

2. Bentuk Akad Rahn

Di dalam akad murabahah Logam Mulia disebutkan bahwa pegadaian syariah (murtahin) sebagai pihak pertama telah memberikan faslitas pembiayaan murabahah kepada pihak nasabah (rahin) sebagai pihak kedua dengan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku. Dan dengan adanya pembiayaan murabahah tersebut, rahin sepakat untuk menyerahkan barang miliknya berupa emas yang dibeli sebagai jamainan pelunasan hutang murabahah dengan ketentuan sebagai berikut :

·       Rahin dengan ini mengaku telah menerima pembiayaan murabahah dari murtahin sebesar sisa hutang murabahah dan dengan jangka waktu pinjaman sebagaimana tercantum dalam akad Murabahah Logam Mulia.

·       Murtahin dengan ini mengakui telah menerima barang milik rahin yang digadaikan (marhun) kepada murtahin, dan karenanya murtahin berkewajiban mengembalikannya pada saat rahin telah melunasi seluruh kewajibannya.

·       Apabila jangka waktu akad Murabahah telah jatuh tempo, maka rahin dengan ini menyetujui dan/ atau memberikan kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali untuk melakukan penjualan/lelang marhun yang berada dalam penguasaan murtahin guna pelunasan seluruh kewaiban rahin.

·       Bilamana terdapat kelebihan hasil penjualan marhun setelah dikurangi dengan seluruh kewajiban rahin, maka rahin berhak menerima kelebihan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tertentu kelebihan tersebut tidak diambil, maka dengan ini rahin setuju memberikan kuasa melalui murtahin untuk menyalurkan kelebihan tersebut kepada Lembaga Amil Zakat.

·       Bilamana hasil penjualan marhun tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban rahin, maka kekurangan/sisanya menjadi tanggung jawab rahin dan harus dilunasi pada saat itu juga.

3. Aplikasi dan Mekanisme Pembiayaan Murabahah Logam Mulia

Logam mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia, selain memiliki nilai estetis yang tinggi juga merupakan jenis investasi yang nilainya sangat stabil, likuid, dan aman secara riil. Untuk menfasilitasi kepemilikan emas batangan kepada masyarakat, Pegadaian Syariah menawarkan produk Murabahah Logam Mulia dimana Pegadaian Syariah menjual emas batangan secara tunai dan/atau dengan pola angsuran dengan proses cepat dalam jangka waktu tertentu dan fleksibel dengan akad murabahah dan rahn. Jenis emas batangan yang disediakan oleh Pegadaian Syariah berupa logam mulia dengan kadar 99,99 % dengan berat 4,25 gr, 5 gr, 10 gr, 25 gr, 50 gr, 100 gr, 250 gr dan 1 kg.

Seperti diketahui bahwa harga emas saat ini semakin hari semakin melambung. Emas sering diidentikan sebagai barang berharga yang bernilai estetis yang tinggi, nomor satu, prestisius dan elegan, sehingga orang menyebutnya sebagai logam mulia, karena dalam keadaan murni atau dalam udara biasa, emas tidak dapat teroksidasi atau dengan kata lain tahan karat.[18]

Pegadaian Syariah mensyaratkan adanya jaminan atau rahn berkaitan dengan pembiayaan yang dikeluarkannya. Sehingga tampak dalam transaksi pembiayaan MULIA ini adanya dua akad dalam satu transaksi yang dalam istilah fiqh masuk dalam katagori Shofqataini fishofkoh wahidah. Rasulullah s.a.w. telah melarang dua akad dalam satu transaksi sebagaimana tersebut dalam hadits yang berbunyi :

عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود رضي الله عنھما عن ابیھ قال ׃ نھى رسول الله صل الله

علیھ وسلم عن صقفتین فى صفقة واحدهۗ

Artinya :

“Dari Abdurrahman bin Abdullah bin Masud, berkata: Rasulullah melarang dua akad dalam satu transaksi.”

Adapun shofqataiani fi shafqah wahidah akan menyebabkan two in one, dimana satu transaksi diwadahi dalam dua akad sekaligus sehingga menimbulkan ketidak pastian (gharar) dalam akad yang digunakan.[19]

Dalam pelaksanaan jual beli logam mulia di Pegadaian Syariah ada tiga pihak yang terkait, yaitu pihak penjual, pembeli dan pemasok. Pegadaian Syariah selaku pihak penjual menawarkan emas batangan kepada nasabah selaku pihak pembeli, dimana harga beli dan margin keuntungan diberitahukan oleh Pegadaian Syariah kepada pihak pembeli (nasabah), setelah ada kesepakatan, kemudian pihak penjual melakukan pemesanan emas logam mulia kepada pihak pemasok sesuai dengan permintaan pihak pembeli. Dalam transaksi MULIA ini, pihak penjual (Pegadaian Syariah) memberikan fasilitas pembiayaan kepada pihak pembeli (nasabah) dengan akad murabahah. Pihak pembeli (nasabah) harus membayar uang muka sesuai dengan kesepakatan, biaya administrasi, biaya distribusi serta denda apabila terjadi keterlamabatan dalam pembayaran angsuran. Selama pembayaran angsuran belum lunas, maka pihak pembeli (nasabah) diwajibkan menyerahkan barang jaminan sebagai pelunasan pembiayaan murabahah berupa emas logam mulia yang dibeli itu; jaminan emas logam mulia yang dibeli tidak diserahkan langsung kepada pihak pembeli (nasabah), melainkan ditahan, tetap berada di bawah penguasaan pihak pertama sebagai barang jaminan (marhun) sampai pembayaran angsuran lunas, sehingga pihak pembeli (nasabah) tidak dapat menikmati emas yang dibelinya. Dari pelaksnaan transaksi jual beli logam mulia di Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut di atas, ada permasalahan yang perlu digaris bawahi, yaitu adanya denda keterlambatan pembayaran, adanya ketidak pastian (gharar) dalam akad dimana pihak pembeli (nasabah) tidak mengetahui secara pasti akad mana yang berlaku, akan murabahah atau akad rahn, dan juga dalam akad rahn nasabah tidak dibebani biaya penitipan barang jaminan, dan adanya unsur pemaksaan, dimana tidak ada kebebasan bagi pihak pembeli (nasabah), kecuali harus menyerahkan atau merelakan emas yang dibeli dijadikan jaminan hutang.

Dalam aplikasi pembiayaan Murabahah Logam Mulia pihak-pihak yang terlibat adalah : Pertama, Pegadaian Syariah selaku pembeli atau yang membiayai pembelian barang. Kedua, nasabah sebagai pemesan barang yang dalam pembiayaan Murabahah Logam Mulia barang komoditinya adalah emas logam mulia, dan ketiga, supplier atau pihak yang diberi kuasa oleh Pegadaian untuk menjual barang.

Mekanisme perjanjian Pembiayaan Murabahah Logam Mulia adalah Pegadaian Syariah (pihak pertama) membiayai pembelian barang berupa emas batangan yang dipesan oleh nasabah atau pembeli (pihak kedua)kepada supplier (pihak ketiga). Pembelian barang atau komoditi oleh nasabah (pihak kedua) dilakukan dengan sistem pembayaran tangguh Didalam praktiknya, Pegadaian membelikan barang yang diperlukan nasabah atas nama Pegadaian. Pada saat yang bersamaan Pegadaian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan untuk dibayar oleh nasabah pada jangka waktu tertentu. Kemudian barang komoditi yang dibeli yaitu berupa emas logam mulia dijadikan jaminan (marhun) untuk pelunasan sisa hutang nasabah kepada pihak Pegadaian Syariah. Setelah semua hutang nasabah lunas, maka emas logam milia beserta dokumen-dokumennya diserahkan kepada nasabah.

Operasional Pegadaian Syariah Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatan. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga disini dapat dikatakan; proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pelaksanaan pembiayaan MULIA dengan akad murabahah dan rahn di Pegadaian syariah berlaku sebagai alternatif penggadaian dengan system syariah oleh Masyarakat dengan alasan Logam mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi yang juga merupakan jenis investasi yang nilainya sangat stabil, likuid, dan aman secara riil. Sekaligus juga mengikuti syariat Islam yaitu karena prinsip bebas bunga, tidak mengandung gharar dan mudah persyaratannya. Pelaksanaan akad murabahah dan akad Rahn dalam pembiayaan MULIA juga telah sesuai syarat dan rukunnya menurut hukum Islam, baik yang menyangkut al-akid (para pihak), al-ma’kud alaih (obyek perjanjian) maupun sighat (ijab dan kabul). Dan Pembiayaan MULIA dengan akad murabahah dan rahn tidak termasuk dua akad dalam satu transaksi yang dilarang, karena akad murabahah sebagai akad pokoknya sedang akad rahn (penjaminanan) merupakan asessoir.

Daftar Pustaka

[1] Disusun oleh Mohamad Yusup,SH, Tugas hukum jaminan MIH UGM

[2] Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, PT Alumni, Bandung, 2995, hlm.153.

[3] Abdul Ghofur Anshari, Gadai syariah di Indonesia : konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta : 2006, hal. 3.

[4] Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1152-1153.

[5] Sayyid Sabiq, al-Fiqh as-Sunnah, Jilid 3, Dar al-Fikr, Beirut : 1995, hlm. 187.

[6] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, Juz IV, Daar al-fikr, Damaskus, 1989, hlm. 80.

[7] Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 44.

[8] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 11.

[9] Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm. 158-159.

[10] Ibid, Hal 6.

[11] Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2008,hlm.47-48.

[12] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 68.

[13] Sutan Remi Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Graffiti, Jakarta, 2005, hlm. 64

[14] Wiroso, Jual Beli Murabahah, UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 13

[15] Zainal Arifin,Memahami Bank Syariah, Alvabet,Jakarta,2000,hlm.116.

[16] Karnaen Perwata Atmaja, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, Dana Bakti Prima, Yogyakarta, 1992,hlm.26.

[17] Muhammad, System dan Prosedur Operasional Bank Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm 127

[18] http://www.investasi-emas.info/index.php?mod=index&act=faq,Akses tanggal 2 Nopember 2009.

[19] Adiwarman A.Karim, op.cit., hlm.49. 

 

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 5 Comments

  1. Hi, this is a comment.
    To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
    Commenter avatars come from Gravatar.

  2. laylay

    makasih pak infonya

  3. kokom

    izin copas min

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel