Posted by Admin MYP – Analisis Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Indonesia
ANALISIS
YURIDIS PERAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI
INDONESIA
disusun
Oleh
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Derasnya
arus globalisasi yang terjadi saat ini telah menimbulkan berbagai masalah pada
hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai aspek sosial, budaya, politik,
ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, juga aspek hukum. Pada
seluruh aspek tersebut, hukum harus berubah seiring berubahnya pola tingkah
laku dalam masyarakat, dan perubahan tersebut harus diatur oleh hukum agar
tercipta ketertiban dan kedamaian.
Proses
penciptaan hukum dapat kita lihat pada dua sisi besar yaitu pada sisi keadilan
dan pada sisi kepentingan. Dari sisi keadilan dipandang dari segi manusia
sebagai mahluk sosial dimana manusia tinggal bersama dengan manusia yang lain,
saling berhubungan dan membangun relasi sehingga memunculkan
kesepakatan-kesepakatan yang membutuhkan suatu aturan didalamnya, didalam
hubungan ini pihak yang dominan/ lebih kuat akan berpotensi untuk melakukan
tindak sewenag-wenang terhadap pihak yang lebuh lemah. Sehingga perlunya
peraturan dalam hal ini adalah guna menciptakan ruang yang adil bagi para pihak
demi ketertiban dalam masyarakat.
Sengketa
atau konflik akan selalu ada, bahkan dalam keadaan terburuk tidak dapat
terhindarkan. Sebelum kita mengenal badan peradilan dalam sistim peradilan moderen
masyarakat membentuk lembaga penyelesaian sengketa yang secara bertahap
dilembagakan melalui rapat-rapat komunitias tertentu. Yurisdiksinya mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarakat baik bersifat hubungan antar anggota dan
penguasa komunitas, atau juga sesama anggota masyarakat sendiri. sistem
yurisdiksinya mencakup aspek kkehidupan masyarakat baikbersifat antar anggota
masyarakat dan pimpinan penguasa atau sesama anngota masyarakat itu sendiri.
Sejarah
menunjukan berdampingnya sarana peradilan disatu pihak dan lembaga penyelesaian
sengketa pola tradisional di pihak lain, sebagimana misalnya yang terlihat
dinegara kita. Harapan bangsa beradab adalah pada lebih menguatnya badan
peradilan sebagai alat kekuasaan negara sehingga apa yang disebut sebagai
“keadilan” benar-benar tercapai dengan memuaskan. Namun suasana modern ternyata
menjebak lembaga yang lahir dari sitem ketatanegaraan diatas. Padahal pemberian
kesempatan yang luas kepada pencari keadilanmerupakan bagian dari pilar
demokrasi.sukar sekali kita melihat adanya pihak yang legowo menerima putusan
pengadilan atas dasar bahwa “memang saya salah”, tetapi yang mengemuka adalah
“pokoknya saya punya hak untuk banding, bahkan kasasi”. Celakanya kasasi pun
tidak cukup, lalu digunakanlah sarana peninjauan kembali (PK), padahal PK
adalah sarana yang dapat digunakan secara selektif.[1]
Baca
Juga : GADAI SYARIAH DENGAN AKAD MURABAHAH
DAN RAHN
Itulah
sebabnya dalam transaksi bisnis internasional dikembangkan alternatif terhadap
sistem peradilan modern tersebut, seperti yang banyak kita jumpai dalam
dokumen-dokumen yang berkaitan. Di indonesia pilihan lain untuk mendapat
keadilan sudah dikenal lama berdasarkan pasal 130 HIR, dalam setiap sidang
perdata hakim terlebih dahulu mengupayakan perdamaian bahkan Mahkamah Agung telah
mengeluarkan peraturan yang mendudukan hakim sebagai mediator aktif.[2] Adalah Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dari kelembagaan kita mengenal badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Disusul oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Saat
ini lembaga arbitrase sebagai salah satu lembaga alternatif dalam penyelesaian
sengketa di luar pengadilan mulai banyak diminati, hal ini untuk menghindari
kecendrungan proses yang dianggap rumit di pengadilan.
B.
Perumusan Masalah
Dari
latar belakang dalam pendahuluan diatas maka penulis menepukan pokok
permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana konsep dan tatacara
penyelesaian sengketa pasar modal melalui lembaga arbitrase?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Benturan Kepentingan (conflic of interest) Didalam Transaksi Pasar Modal
Kegiatan
di pasar modal sebagai alternatif pendanaan dan pembiayaan bagi pengembangan
suatu perusahaan tidak pernah terlepas dari peraturan-peraturan yang
menaunginya dalam rangka melindungi para pelaku pasar modal khususnya investor.
Peraturan tersebut sebagai bagian dari sistem hukum pasar modal.
Benturan
kepentingan dalam transaksi pasar modal terdiri atas dua unsur, yaitu transaksi
dan benturan kepentingan. Definisi transaksi sebagai aktifitas atau kontrak
sangat luas, karena meliputi pemberian jaminan, pinjaman hutang, jasa, akuisisi
atau penjualan aktiva. Sedangkan benturan kepentingan didefinisikan sebagai
perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis
pribadi direktur, komisaris, pemegang saham utama perusahaan, atau pihak
terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.[3]
Di
Indonesia sendiri, dasar hukum pengaturan transaksi benturan kepentingan selain
Undang-Undang Pasar Modal adalah Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-84/PM/1996 ,
yang telah diubah dengan keputusan Ketua Bapepam No. Kep-12/PM/1997 dan dengan
keputusan Ketua Bapepam No. Kep-32/PM/ 2000 tentang benturan Transaksi Tertentu
atau singkatnya Peraturan IX.E.1. namun dalampelaksanaanya transaksi ini cukup
rumit dan memiliki cakupan yang luas sehingga tidak menutup kemungkinan adanya
pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaanya oleh perusahaan publik atau emiten
yang akan mengadakan benturan transaksi kepentingan.[4] transaksi
dengan unsur benturan kepentingan di indonesia dengan di Malaysia atau di
Singapura sebenarnya tidak jauh beda.
B.
Mengenal Arbitrase Pasar Modal
Sebagian
kita mungkin masih awam mengenai arbitrase. Arbitrase adalah salah satu jenis
alternatif penyelesaian sengketa di mana para pihak menyerahkan kewenangan
kepada pihak yang netral, yang disebut arbitrase, untuk memberikan putusan.
Arbitrase ini dibentuk karena adanya kesepakatan oleh seluruh pihak yang ada
pada satu bisnis yangmemiliki mekanisme dan karakteristik tertentu, seperti
industri pasar modal.
Banyak
pelaku bisnis yang menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan ini
karena penyelesaian transaksi yang exstra cepat, mudah dan murah Bahkan
Harris Interactive Survey, US Chamber Institutc of Legal Reform (April 2005)
dalam risetnya tentang persepsi umum masyarakat Amerika Serikat mengenai
arbitrase dan pengadilan menyimpulkan, 74% responden mengatakan arbitrase lebih
cepat, 63% menyatakan lebih mudah, 51% bilang lebih murah, dan hanya 11% yang
merasa tidak puas dengan kinerja arbitrase.[5]
Walhasil
di banyak negara penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase menjadi forum
yang banyak dipilih. Sejak berdiri 1991 hingga 2005, Singapore International
Arbitration Center sudah menangani 879 sengketa dan 60% sengketa transnasional.
Lalu Singapore Mediation Center sejak berdiri pada 1997 sampai April 2006 telah
menangani lebih dari 1.000 sengketa dan 75% berhasil diselesaikan.
Keberhasilan
penyelesaian sengketa bisnis itu trenyata berdampak pada penghematan anggaran
pengadilan. Diperkirakan, lebih dari USD18 juta pertahun. Begitu pula pada sisi
pihak yang bersengketa, bisa menghemat biaya rata-rata USD80.000 perkasus.
Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APF) atau alternatif disput reslution (ADR) adalah suatu
cara penyelesaian sengketa disamping cara yang ada pada umumnya ditempuh oleh
masyarakat. Alternatif penyelesaian sengketa dibuat juga alternatif
penyelesaian di luar pengadilan, meski dewasa ini penerapan salah satu
alternatif penyelesaian sengketa, yakni mediasi telah ditetapkan pula sebagai
bagian dari proses persidangan perdata.[6]
Arbitrase
mirip dengan hakim. Namun, ada beberapa perbedaan mendasar, seperti (1)
pengadilan bersifat terbuka untuk umum, arbitrase tidak, (2) mengajukan tuntutan
ke pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak lawan, tuntutan ke arbitrase
harus didasari perjanjian arbitrase, (3) proses pengadilan formal dan kaku,
arbitrase lebih fleksibel; (4) hakim pada umumnya general, arbiter dipilih atas
dasar keahlian; (5) putusan pengadilan masih bisa diajukan banding kasasi dan
PK, putusan arbitrase tidak; (6) hakim mengenal yurisprudensi, arbiter tidak;
(7) hakim cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, arbiter dapat
pula memutuskan atas dasar keadilan dan kepatutan. Apabila putusan arbitrase
tidak dilaksanakan pihak yang berkepentingan dapat meminta perintah eksekusi
kepada ketua pengadilan negeri setempat. Dalam hal ini. Ketua pengadilan negeri
tidak diperkenankan memeriksa kembali pokok perkara.
Alternatif
penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan beberapa mekanisme yang populer
antara lain, negosiasi, Pendapat Mengikat, mediasi dan arbitrase.[7] Alternatif penyelesaian
sengketa adalah mekanisme yang baru berkembang dan dikembangkan seiring dengan
kemajuan transaksi komersial (kebutuhan pelaku usaha), meskipun mungkin secara
historis sudah muncul lebih dahulu dari pada institusi pengadilan bentukan
negara. Di indonesia praktek arbitrase sudah dikenal sebelum perang dunia ke-II
namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tidak ada
keyakinan tentang manfaatnya.[8]
C.
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kepastian & Perlindungan Hukum
Mekanisme
arbitrase dan mediasi dapat mengurangi resiko yang biasanya muncul dalam proses
berlitigasi di pengadilan, antara lain: resiko waktu, reputasi dan biaya. Pada
umumnya berperkara melalui arbitrase atau mediasi lebih cepat selesai daripada
pengadilan, dan tahapan untuk mencapai keputusan akhir dan mengikat para pihak
dapat diukur dan diprediksi sehingga segala akibatnya terhadap kegiatan ekonomi
bisa diantisipasi. Berlainan dengan pesidangan pengadilan yang bersifat terbuka
bagi publik, proses arbitrase dan mediasi sangat menjaga kerahasiaan karena bagi
pelaku bisnis reputasi merupakan faktor yang harus dijaga untuk meningkat
kredibilitas dan kepercayaan, jangan sampai persengketaan komersial menjadi
sorotan publik apalagi bila dimanfaatkan oleh pihak lain untuk pemberitaan
negatif. Faktor biaya dalam arbitrase dan mediasi dapat diukur jauh-jauh hari
karena jenis dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan transparan, sedangkan pada
proses di pengadilan ada banyak faktor yang tak terduga yang dapat
membangkrutkan pihak yang berperkara.
Seluruh
faktor tersebut di atas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari apa yang
disebut dengan kepastian hukum, dimana tujuan dan kehendak untuk menggapai
keadilan memang telah didesain dan dapat dijalankan secara efektif. Kepastian
hukum dalam proses arbitrase dan mediasi akan sangat bermanfaat bagi pelaku
usaha untuk meminimalisir resiko-resiko hukum dalam usaha yang mereka jalankan.
Sisi
lain yang tidak kalah penting adalah aspek perlindungan hukum di dalam
arbitrase dan mediasi. Klausula arbitrase tidak dapat diubah secara sepihak
oleh pihak lainnya termasuk oleh hakim sekalian. Kemudian keputusan yang
dihasilkan oleh para-arbiter adalah mengikat dan dapat dieksekusi, kesepakatan
damai yang dicapai dalam mediasi adalah mengikat bagi para pihak. Hal itu
berarti bahwa apa yang dilakukan di dalam proses hukum arbitrase dan mediasi
memiliki aspek perlindungan hukum yang kuat. [9]
Namun
mengapa di saat mencari keadilan menjadi barang langka di republik ini,
kelebihan-kelebihan yang terkandung dalam mekanisme arbitrase dan mediasi
secara faktual tidak dapat mendorong arbitrase dan mediasi menjadi pilihan
solusi favorit bagi sengketa-sengketa komersial maupun non-komersial. Mungkin
ada seribu alasan yang melatarbelakangi hal ini, antara lain adalah soal
inkonsistensi lembaga peradilan dan budaya penyelesaian hukum di Indonesia yang
tidak akomodatif dengan perkembangan ekonomi itu sendiri.
Untuk
mendorong kepercayaan terhadap mekanisme alternatif penyelesaian sengketa,
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, harmonisasi
seluruh perangkat hukum yang berhubungan dengan koridor penyelesaian sengketa
dan pendekatannya harus teragendakan sehingga ada implikasi yang nyata secara
formal; Kedua, tersedianya perangkat dan infrastruktur termasuk sumber
daya manusia yang memiliki kompetensi dan integritas yang dipercaya oleh
seluruh pemangku kepentingan; dan Ketiga, kebijakan yang lebih tegas
dari regulator atau otoritas pasar untuk mengarahkan penyelesaian
sengketa-sengketa komersial kepada mekanisme alternatif penyelesaian sengketa.[10] Karena faktanya
Menjadikan penyelesaian sengketa di luar pengadilan digandrungi pelaku ekonomi
tidak semudah membalikan telapak tangan, perlu kesungguhan dari semua pihak.
Dalam
pelaksanaanya APS memempunyai beberapa mekanisme yang bisa dipilih oleh para
pihak untuk menyelesaikan sengketa, di antaranya yang paling populer adalah
Negosiasi, Pendapat Mengikat, Mediasi dan Arbitrase.
- Negosiasi, adalah istilah lain
dari musyawarah untuk mufakat. Semua orang, secara alamiah, cenderung
untuk menempuh cara ini ketika menghadapi perselisihan dengan pihak lain
sebelum cara lain. Dalam praktek ada kemungkinan negosiasi menghadapi
deadlock ketika para pihak tidak mencapai mufakat dan tidak melanjutkan
perundingan. Dalam hal Ini APS menyediakan mekanisme lain yang dipilih
oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketa, yaitu pendapat
mengikat, mediasi dan arbitrase.[11]
- Pendapat Mengikat, adalah
pendapat yang diberikan oleh pihak ketiga yang dianggap netral dan ahli
atas permintaan para pihak untuk memberikan penafsiran mengenai suatu
ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian agar di antara para pihak
tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran.
- Mediasi, adalah cara
penyelesaian sengketa melalui perundingan di antara para pihak dengan
bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut Mediator,
dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak bersengketa.
Berbeda dengan hakim dan Arbiter, Mediator hanya bertindak sebagai
fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa – para
pihak sendiri yang memegang kendali dan menentukan hasil akhirnya, apakah
akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak.
- Arbitrase, adalah cara
penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan kewenangan kepada pihak
ketiga yang netral dan independen, yang disebut Arbiter, untuk memeriksa
dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir. Arbitrase mirip
dengan pengadilan, dan Arbiter mirip dengan hakim pada proses pengadilan.
D.
Arbitrase Di Indonesia
Soal
praktik arbitrase, indonesia sebenarnya sudah mengenal penyelesaian di luar
pengadilan ini sebagai Perang Dunia II, Kendati demikian, penyelesaian sengketa
melalui jalur arbitrase ini jarang digunakan, Menurut Prof. R Subekti dan Prof.
Asikin Kusumah Atmadja, jarang digunakan penyelesaian sengket bisnis dengan
cara ini karena tidak adanya keyakinan serta manfatnya yang dirasakan masih
kurang, Namun sejalan dengan kian tumbuhnya pemahaman masyarakat terhadap bisnis
dan investasi penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase makin
menjadi pilihan.
Terlebih
lagi bagi industri seperti pasar modal yang butuh kecepatan dalam menyelesaikan
tiap sengketa bisnis, Atas dasar itu, pada Agustus 2002, pelaku pasar modal,
dimotori Bapepam, BEJ, BES, KSEI, dan KPEI serta sejumlah asosiasi dan
praktisis hukum sepakat lembaga arbitrase khusus pasar modal. Badan Arbitrase
Pasar Modal Indonesia (BAPMI) namanya.
Sebagai
arbitrase kelembagaan di pasar modal yang di bentuk karena mekanisme dan
karakteristik bisni di pasar modal, lembaga ini hanya menangani sengketa
perdata sehubungan dengan kegiatan di bidang pasar modal dan hanya diminta para
pihak yang bersengketa. Surat permintaan itu pun harus didasarkan kesepakatan
tertulis para pihak bahwa sengketa akan diselesaikan melalui BAPMI Tanpa adanya
kesepakatan itu, BAPMI tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa
dimaksud BAPMI tidak mempunyai menyelesaikan perkara yang masuk kedalam ruang
lingkup pidana dan administrasi.
Hingga
kini, BAPMI menyediakan tiga jenis penyelesaian sengketa, yaitu pendapat
mengikat, mediasi, dan arbitrase. Pendapat mengikat adalah pendapat yang
dikeluarkan BAPMI atas permintaan para pihak untuk memberikan penafsiran
mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas dalam perjanjian pendapat mengikat
cocok untuk perselisihan yang berkenan dengan perbedaan penafsiran
perjanjian. Pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para pihak
yang memintanya. Oleh karena itu, setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat
mengikat dianggap cedera janji.
E.
Klausula Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Pasar Modal
Untuk
mencapi penyelesaian sengketa yang tuntas, para pihak bisa membuat klausula
yang menggabungkan antara mediasi dan arbitrase, atau mediasi dan pengadilan.
Penunjukan
BAPMI sebagai forum yang dipilih dalam penyelesaian tiap sengketa di pasar
modal memang bukan tanpa sebab. Pasalnya pergerakan industri ini serba cepat.
Kalau memilih bentuk penyelesaian lewat jalur pengadilan dan hukum yang ada
hampir pasti memerlukan waktu yang sangat lama sehingga akan sangat mungkin
potensial keuntungan dari iktivitas transaksi berubah menjadi kerugian. Dan
faktor tersebut merupakan salah satu alasan bagi industri pasar modal ini.
Untuk
itu disarankan bagi pelaku industri ini sebelum membentuk kerjasama dan
perjanjian dengan pihak lain harus memastikan dulu forum yang akan dipilih
dalam menyelesaikan sengketa. terlebih lagi setelah beberapa pengaduan yang
masuk ke lembaga ini ternyata tidak bias di tindaklanjuti disebabkan para pihak
dalam klausul perjanjian tidak menyangka bila terjadi persengketaan akan
diselesaikan melalui BAPMI.
Lalu
tertutup sama sekalikah penyelesaian jalur melalui BAPMI ini? Jawabnya jelas
tidak karena para pihak yang bersengketa itu bisa menempuh penyelesaian
sengketanya melalui jalur arbitrase. caranya sudah barang tentu antara pihak
yang bersengketa harus membuat kesepakatan penyelesaian persengketaan
melalui jalur arbitrase. Untuk itu perlu diperhatikan ketentuan pasal 9 UU
30/1999 tentang arbitrase dan alternative Penyelesaian Sengketa.
Pasal
9 UU 30/1999 mengatur bahwa perjanjian arbitrase yang dibuat setelah munculnya
sengketa harus dibuat secara tertulis, jika perlu berbentuk akta notaris, dan
harus membuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
- mengenai masalah yang
disengketakan
- nama lengkap dan tempat tinggal
para pihak dan arbiter,
- tempat arbitrase,
- nama lengkap sekretaris semacam
panitera pengganti dalam pengadilan,
- jangka waktu arbitrase,
- pernyataan kesediaan arbiter
dan
- pernyataan kesediaan para pihak
menanggung seluruh biaya arbitrase. Bila tidak menyebutkan salah satu dari
yang tersebut di atas, maka perjanjian arbitrase menjadi batal demi hukum.
Sebagai
sebuah lembaga yang baru dibentuk kurang dari sepuluh tahun ini. BAPMI
menyadari ketidakpahaman masyarakat dalam membuat perikatan kontrak dan
perjanjian serta hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian. Dalam
menyelesaikan tiap sengketa misalnya, masih banyak yang tidak memasukkan
klausula tanpa mempelajari terlebih dahulu karakteristik industri. kendati
mereka sepakat menyelesaikan tiap perselisian lewat jalur perdata, namun tidak
ssedikit memilih mencari penyelesaian sengketa langsung ke pengadilan,
akibatnya pengaduan yang masuk ke BAPMI tidak bisa diproses karena dalam
klausul mereka khususnya terkait dengan forum dalam menyelesaikan sengketa.
Menurut
BAPMI, setidaknya adanya ada dua pilihan forum penyelesaian yang bisa ditempuh
dalam menyelesaikan sengketa ini forum tersebut adalah forum pengadilan dan
forum diluar pengadilan (seperti mediasi dan arbitrase). Hal ini perlu menjadi
perhatian bagi pelaku industri pasar modal karena menuangkan klausula pilihan
forum dengan baik di dalam perjanjian akan menghindari sengketa tambahan yang
justru timbul dikarenakan bunyi klausula yang keliru nonsense, ambigu dan/atau
tanggung. Untuk lebih mudah, para pihak bisa mengadopsi standar klausula
pilihan forum yang dikeluarkan oleh lembaga arbitrase atau mediasi yang dipilih
oleh para pihak di dalam perjanjian.
Forum
penyelesaian
Hampir
semua pelaku bisnis berkeinginan agar tiap perjanjian dan kerjasama yang
dilakukan bisa berlangsung lancar, tanpa adanya gesekan, sehingga hal-hal yang
tertuang dalam kontrak perjanjian tidak perlu dibaca ulang. Tapi namanya dunia
bisnis terkadang ada saja hal-hal yang tidak terduga karenanya factor tersebut
perlu diantisipasi sejak dini, khususnya sebelum para pihak membuat perjanjian
dan pengikatan. Yang patut dicermati adalah forum yang akan dipilih dalam
menyelesaikan tiap sengketa yang muncul dikatakan BAPMI, ada beberapa hal
penting yang perlu diketahui oleh para pihak dalam menentukan pilihan forum
penyelesaian dan bagaimana menuangkannya ke dalam perjanjian, sebagai berikut:
- apabila para pihak belum
mencantumkan klausula pilihan forum dalam perjanjian, maka persengketaan
yang muncul kemungkinan akan diselesaikan melalui pengadilan karena forum
penyelesaian diluar pengadilan hanya dapat berlangsung atas dasar
kesepakatan tertulis. konsekuensinya adalah para pihak akan menghadapi
proses penyelesaiaan yang lama hingga putusan pengadilan berkekuatan
tetap. Apabila para pihak bermaksud untuk memilih penyelesaian diluar
pengadilan maka para pihak harus membuat addendum perjanjian terlebih
dahulu.
- apabila arbitrase dianggap
mekanisme penyelesaian yang keabsahannya sesuai dengan putusan pengadilan,
maka para pihak harus memilih salah satu dari forum yang ada. Dengan kata
lain pilihan dalam klausul kontrak tidak boleh kedua-duanya apabila
mendua. Misalnya klausula pilihan forum menyebutkan “sengketa akan
diselesaikan melalui pengadilan atau arbitrase”, atau jika tidak bisa di
selesaikan melalui arbitrase akan diajukan kepengadilan”. Seolah-olah
memberikan opsi kepada para pihak apakah akan membawa kepengadilan atau ke
arbitrase. Hal ini biasanya disebabkan ketidaktahuan para pihak atau
dianggap paling netral untuk mengakomodasi keinginan para pihak saat
negosiasi kontrak. Padahal klausula semacam itu merupakan kesalahan fatal.
Konsekuensinya adalah klausula itu disebut “nosense arbitrase clause”
karena keberadaanya sia-sia dan tidak dapat dilaksanakan Alternatif bagi
para pihak adalah segera membuat amendomen dan menggantinya dengan
klausula yang memilih secara tegas antara kedua pilihan forum tersebut,
apakah forum pengadilan atau apakah forum arbitrase.
Baca
Juga : Pengacara Serang Banten – Perbedaan Wanprestasi dengan
Perbuatan Melawan Hukum
Faktor
yang penting ketiga yang perlu juga mendapat perhatian apabila para pihak
memilih forum arbitrase sebagai bentuk penyelesaian sengketa, maka klausula
dalam perjanjian penyelesaian sengketa lewt forum arbitrase perlu membuat
hal-hal sebagai berikut:
- apakah arbitrase akan dilakukan
melalui suatu lembaga arbitrase atau berupa ad hoc arbitration. jika
melalui lembaga arbitrase maka harus disebutkan nama lembaganya, misalnya
BAPMI;
- memuat prosedor atau aturan
arbitrase-Jika sudah memilih lembaga arbitrase, biasanya akan mengikuti
prosedur atau aturan beracara yang diterbitkan oleh lembaga arbitrase yang
bersangkutan;
- tempat dimana dilangsungkanya
arbitrase;
- Pilihan hukum;
- komposisi arbiter apakah
tunggal atau majelis – Jika berbentuk majelis harus ganjil minimal tiga
arbiter;
- bahasa yang digunakan dalam
arbitrase;
- pernyataan penegasan dari para
pihak bahwa putusan arbitrase final dan mengikat; dan
- bagaimana pelaksanaan putusan
arbitrase dan pembebanan biaya arbitrase.
Membuat
klausula arbitrase dengan lengkap akan menghindarkan para pihak dari pembahasan
teknis dimasa mendatang saat sengketa benar-benar terjadi pembahasan dikemudian
hari akan jauh lebih sulit dibandingkan bila disusun pada tahap awal
perjanjian.
Yang
juga perlu diingat bahwa karakteristik mekanisme penyelesaian melalui mediasi
bersipat perundingan dan kesepakatan, sehingga mediasi tidak selalu berhasil
mencapai kesepakatan damai oleh karena itu untuk mencapai penyelesaian sengketa
yang tuntas para pihak bias membuat klausula yang menggabungkan antara mediasi
dan arbitrase atau mediasi pengadilan. Sebagai contoh “Sengketa akan
diselesaikan melalui mediasi BAPMI menurut peraturan dan acara BAPMI. Apabila
sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan dan acara BAPMI mediasi
tidak berhasil mencapai perdamaian,atau para pihak mundur atau tidak
melanjutkan mediasi, atau kesepakatan damai dalam mediasi tidak dipatuhi oleh
salah satu pihak maka akan diselesaikan melalui arbitrase BAPMI menurut
peraturan dan acara arbitrase BAPMI.
F.
Kewenangan BAPMI
UU
No. 30/1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mengatur
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang telah terikat dengan
perjanjian arbitrase. Apabila para pihak sudah membuat perjanjian bahwa setiap
sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, maka sengketa itu tidak bisa
diajukan ke pengadilan. Pengadilan harus menolak dan menyatakan tidak berwenang
mengadili. Begitu pula sebaliknya, arbitrase tidak berwenang mengadili sengketa
yang tidak mempunyai perjanjian arbitrase. Apabila perjanjian terlanjur
mencantumkan pengadilan atau lembaga arbitrase lain, maka harus terlebih dahulu
diubah (amendment) jika ingin diselesaikan melalui BAPMI. Persyaratan adanya
kesepakatan para pihak juga disyaratkan untuk penyelesaian sengketa melalui
mediasi dan pendapat mengikat. Tanpa kesepakatan dimaksud, sengketa tidak dapat
diselesaikan melalui BAPMI. Selain diatur Undang-undang, jurisdiksi BAPMI juga
dibatasi oleh Anggaran Dasar BAPMI sendiri yang menyebutkan bahwa BAPMI hanya
menyelesaikan sengketa perdata di bidang pasar modal. Di luar itu BAPMI tidak
berwenang. [12]
G.
Prosedur dan Biaya BAPMI
Para
pihak yang akan mengajukan sengketa kepada BAPMI harus menyampaikan permohonan
tertulis dengan mencantumkan:
- kesepakatan sebagaimana
dimaksud di atas;
- nama dan alamat para pihak;
- penjelasan mengenai masalah
yang dipersengketakan;
- perjanjian dan dokumen yang
relevan;
- usulan nama mediator (untuk
mediasi) atau arbiter (untuk arbitrase);
- khusus untuk arbitrase:
tuntutan beserta rinciannya; dan daftar calon saksi/saksi ahli harus sudah
diajukan pada saat pendaftaran perkara;
- membayar biaya pendaftaran;
- pernyataan bahwa pemohon akan
tunduk pada pendapat mengikat BAPMI, atau kesepakatan damai yang akan
dicapai dalam mediasi, atau putusan arbitrase.
Selanjutnya
proses pemberian pendapat mengikat dan mediasi berlangsung paling lama 30 hari
kerja, sedangkan arbitrase paling lama 180 hari kerja, dengan menggunakan
peraturan dan acara BAPMI sendiri. Biaya berperkara di BAPMI terdiri dari 3
macam:
Pertama, biaya pendaftaran, sebesar Rp. 1.600.000,- yang dibayar
pada saat mendaftarkan permohonan. Kedua, biaya pemeriksaan, yaitu biaya
untuk melaksanakan sidang, hearing, memanggil saksi-saksi, yang ditanggung at
cost oleh para pihak. Ketiga, biaya layanan profesional BAPMI
(professional services fee), adalah ongkos atas jasa yang besarnya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara para pihak dengan BAPMI, atau dihitung
berdasarkan prosentase tertentu dari nilai sengketa. Para pihak dalam mediasi
dan pendapat mengikat dapat membuat kesepakatan bagaimana pembagian beban biaya
berperkara di antara mereka. Sedangkan pada arbitrase agak berbeda. Mengingat
arbiter akan memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka pada
prinsipnya pihak yang dinyatakan bersalah yang akan menanggung seluruh biaya
arbitrase. Apabila tuntutan dikabulkan sebagian, biaya ditanggung oleh para
pihak dalam pembagian beban yang dianggap adil oleh arbiter.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pasar
Modal Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan walaupun pada sisi
lain kecilnya basis investor dan jumlah perusahaan yang mau go public/tercatat
menjadi PR (“Pekerjaan Rumah”) yang sangat penting untuk segera
diatasi. Banyak faktor yang menstimulus perkembangan tersebut, namun penulis
yakin perbaikan/penyempurnaan kelembagaan yang dilakukan mempunyai korelasi
dalam perkembangan Pasar Modal Indonesia.
Baca
Juga : Tata Cara Mengajukan Gugat Cerai
Secara
teknis memang keberadaan lemba APS khususnya lembaga arbritarse dalam
penyelesaian sengketa pasar modal amatlah mendukung dalam upaya perlindungan
masyarakat, efisiensi, kepercayaan publik, perlindungan investor, guna mencapai
tujan demokratisasi, kepastian hukum, kesetaraan, akses kepada keadilan dan
selanjutnya kepada kepentingan kita sendiri sebagai warga negara (jika semakin
kita memperkecil ruang lingkupnya).
[1] Achmad Zein Umar
Purba, BAPMI, dan Penyelesaian Sengketa Pasar modal, di akses dati situs
http;//www.bapmi.go.id, 20Agustus 2004.
[2] Achmad Zein Umar Purba
Ibid.
[3] Sri Indrastuti
Hadipitrato & Sisanti Suhendro, Transaksi Benturan Kepentingan Sebuah
Perbandingan, diakses dari www.hukumonline.com, 2006.
[4] Sri Indrastuti Hadipitrato
& Sisanti Suhendro, Ibid.
[5] harian Republika,
Senin, 5 November 2007
[6] , Yahya Harahap, SH,Beberapa
Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa Penerbit
Liberty, Yogyaarta, 1988,Hal 145.
[7] Gary Goodpaster, Tinjauan
Terhadap Penyelesaian Sengketa Dalam Arbitrase Dividen Indonesia, Ghalia
Indonesia, Jakarta, Hal 10.
[8] R. Subekti, Hukum
Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1982, hal 20.
[9] Indra Safitri,
Arbiter(Mediator BAPMI), Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kepastian
& Perlindungan Hukum, harian Investor Daily edisi Rabu, 19
September 2007.
[10] Indra Safitri, Ibid.
[11] Gary Goodpaster, Negosiasi
dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Lelalui
Mediasi,Elips Priject, Jakarta1993. Hali.14.
[12] Abdurachim Husein,
Wakil Ketua BAPMI, Prosedur Penyelesaian Sengketa di BAPMI , www.bapmi.go.id.
Baca juga pada harian Investor Daily edisi Rabu, 8 Agustus 2007.
DAFTAR
PUSTAKA
Marzuku
Usman, Djoko Koesnadi,Arys Ilyas, Hasan Zein, I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager,
Sri Handoko, LPPI dan ISEI, Jakarta 1990.
Irsan
Nasrudin- Indra Surya, Aspeh Kukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media,
Jakarta 2004.
Gary
Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa Dalam Arbitrase Dividen
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yahya
Harahap, SH,Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian
Sengketa Penerbit Liberty, Yogyaarta, 1988,Hal 145.
Subekti,
Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1982
Gary
Goodpaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian
Sengketa Lelalui Mediasi, Elips Priject, Jakarta1993
Abdurachim
Husein, Wakil Ketua BAPMI, Prosedur Penyelesaian Sengketa di BAPMI, www.bapmi.go.id.
Indra
Safitri, Arbiter(Mediator BAPMI), Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Kepastian & Perlindungan Hukum, harian Investor Daily edisi
Rabu, 19 September 2007.
Sri
Indrastuti Hadipitrato & Sisanti Suhendro, Transaksi Benturan
Kepentingan Sebuah Perbandingan, diakses dari www.hukumonline.com,
2006
Achmad
Zein Umar Purba, BAPMI, dan Penyelesaian Sengketa Pasar modal, di akses dari situs
http;//www.bapmi.go.id, 2004
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
makasih min infonya
mantaaap, izin copas min
siiip lah
Pingback: Pengacara Serang Banten - Tata Cara Mengajukan Gugat Cerai - MYP