Memahami Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa Dalam Hukum Acara Pidana

Posted by Admin MYP | Memahami Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa Dalam Hukum Acara Pidana

Memahami Tentang Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa Dalam Hukum Acara Pidana

Memahami Tentang Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa Dalam Hukum Acara Pidana

Secara hukum, definisi dari upaya hukum diatur dalam Pasal 1 angka 12 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang berbunyi:

“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.”

Dalam praktek hukum acara Pidana kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Upaya Hukum Biasa:

Terdiri dari Banding dan Kasasi:

  1. Banding

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan Banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri. Proses Banding akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi nantinya. Sebagaimana diatur Pasal 67 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang berbunyi:

“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk meminta Banding terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Pertama, Kecuali terhadap Putusan Bebas, Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.”

BACA JUGA : Memahami Tindak Pidana Pencucian Uang

Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan melalui kasasi. Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan sebagaimana diatur dalam Pasal 233 ayat (2) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Apabila jangka waktu pernyataan permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.

  1. Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan Kasasi atas Putusan Banding, apabila merasa tidak puas dengan isi Putusan Banding Pengadilan Tinggi. Proses Kasasi akan diperiksa oleh Mahkamah Agung nantinya. Sebagaimana diatur Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang berbunyi:

“Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemerikasaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Apabila jangka waktu pernyataan permohonan kasasi telah lewat maka terhadap permohonan kasasi yang diajukan dianggap menerima putusan sebelumnya. Dan akan ditolak oleh Mahkamah Agung karena terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.

Upaya Hukum Luar Biasa:

  1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Permohonan kasasi demi kepentingan hukum diajukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung secara tertulis terhadap putusan yang telah diputuskan oleh pengadilan selain dari Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai dengan risalah yang memuat alasan permintaan tersebut, dengan ketentuan tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan dan hanya boleh diajukan sebanyak satu kali saja.

Salinan risalah yang diajukan oleh Jaksa Agung disampaikan kepada yang berkepentingan, demikian juga dengan salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung juga disampaikan kepada yang bersangkutan disertai dengan berkas perkara.

Tata cara penyampaian putusan tersebut sama dengan pada saat penyampaian putusan pada pemeriksaan perkara tingkat banding yaitu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 243 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyebutkan:

  1. Salinan surat putusan Pengadilan Tinggi beserta berkas perkara dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada Pengadilan Negeri yang memutus pada tingkat pertama.
  2. Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum oleh Panitera Pengadilan Negeri dan selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan Pengadilan Tinggi.
  3. Ketentuan mengenai putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud Pasal 226 berlaku juga bagi putusan Pengadilan Tinggi.
  4. Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Negeri tersebut panitera minta bantuan kepada panitera Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya.
  5. Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan Republik Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melaluil dua buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum Pengadilan Negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu.”

Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum ini berlaku juga di lingkungan peradilan militer Pasal 262 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyebutkan:

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260 dan Pasal 261 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) berlaku bagi acara permohonan kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.”

  1. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Peninjauan kembali (PK) dilakukan terhadap putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dasar pengajuan Peninjauan Kembali adalah sebagaimana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyebutkan :

Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

  1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat. Bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
  2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
  3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Adapun Tata cara permintaan Peninjauan Kembali sebagai berikut :

  1. Diajukan kepada panitera yang telah memutus perkaranya dengan menyebutkan secara jelas alasannya, dan selanjutnya permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
  2. Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan jangka waktu, jadi kapan saja dapat diajukan permintaan peninjuan kembali tersebut.
  3. Dalam rangka pemeriksaan permintaan peninjauan kembali oleh ketua pengadilan, jaksa dan pemohon ikut hadir dan menyampaikan pendapatnya.
  4. Kemudian dibuatkan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera, dan berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
  5. Ketua Pengadilan segera mengirim surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dengan disertai suatu catatan penjelasan, dan tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.
  6. Pemeriksaan atas permintaan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung tidak dapat diterima apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
  7. Pemeriksaan atas permintaan kembali setelah dapat diterima dan diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  8. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangan;
  9. Apabila Mahkamah Agung membenarkan keputusan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan untuk dilakukan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
  10. Putusan bebas.
  11. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
  12. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum.
  13. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
  14. Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
  15. Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali.

Dalam peninjauan kembali berlaku juga ketentuan Pasal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), dalam hal putusan Mahkamah Agung. Permintaan peninjauan kembali hanya dilakukan satu kali, permintaan ini tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut, dan apabila pemohon meninggal dunia, maka mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali diserahkan kepada ahli warisnya Pasal 268 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

BACA JUGA : Definisi, Tujuan, Lama dan Perpanjangan, serta Jenis Penahanan

Ketentuan tentang peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 268 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) berlaku juga dalam lingkungan peradilan militer sebagaimana diatur dalam Pasal 269 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Referensi:

Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 5 Comments

  1. zubai

    makasih infonynya pak

  2. laeee

    info yang bermanfaat

  3. kuyya

    mantaap pak, izin copas yah

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel