Posted by Admin MYP – Pecandu / korban narkotika Tidak Harus Dipenjara namun direhabilitasi
Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika Tidak Harus Dipenjara namun direhabilitasi
Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika adalah “orang sakit” yang wajib menjalani pengobatan dengan menempatkan meraka kedalam lembaga rehabilitasi social. Pertimbangan tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar pelaku kasus narkotika termasuk dalam kategori korban penyalah guna dan korban narkotika yang secara tidak langsung merupakan orang sakit.
namun banyak aparat penegak hukum kita yang lebih cenderung untuk menempatkan mereka sebagai pada penahana dan sanksi pemenjaraan dan bukan proses rehabilitasi, hal tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan penyalah guna maupun keluarganya, serta dalam proses penangkapan dan pemeriksaan tidak segera meminta untuk didampingi advokat / penasehar hukum.
Penempatan pecandu dan korban penyalahgna narkotika kedalam lembaga rehabilitasi sesuai dengn tujuan Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu pasal 4 huruf d yang menyebutkan untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan social bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Selain itu pasal 127 dengan memperhatikan pasal 54, 55, dan 103 dapat dijadikan panduan untuk menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap pecandu dan penyalahguna narkotika, secara spesifik penempatan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahguna narkotika yang sedang menjalani proses hukum juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Surat Edaran Makamah Agung Nomor : 07 tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi, dan juga Peraturan Bersama Ketua Makamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Repulik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor : 01/PB/MA/III/2014, Nomor : 03 TAHUN 2014, Nomor : 11/TAHUN 2014, Nomor : 03 TAHUN 2014, Nomor : PER-005/A/JA/03/2014, Nomor : 1 TAHUN 2014, Nomor : PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.
Baca Juga : Tata Cara Mengajukan Gugat Cerai
Sehingga muncul banyaknya peraturan yang mengatur tentang rehabiltasi tersangka dan/atau terdakwa pada proses peradilan diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Yang Sedang Dalam Proses Penyidikan, Penuntutan, Dan Persidangan Atau Telah Mendapatkan Penetapan/Putusan Pengadilan, dan POLRI juga mengeluarkan Surat Telegram Kapolri Nomor : STR/701/VIII/2014 tanggal 22 Agustus 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi pada tingkat Penyidikan, serta Badan Narkotika Negara ( BNN ) mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penanganan Tersangka Dan/Atau Terdakwa Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.
Sekalipun dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diatas telah mengamanatkan untuk memperlakukan pecandu dan korban penyalahguna narkotika secara humanis, namun dalam penanganan yang telah masuk dalam ranah hukum perlu dilakukan secara lebih cermat dan hati-hati melalui proses assesmen secara terpadu dengan melibatkan perwakilan dari unsur terkait untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecanduan dan peran mereka dalam tindak Pidana Narkotika sehingga dapat ditentukan layak atau tidak seorang pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang telah ditetapkan tersangka dan/atau terdakwa untuk ditempatkan kedalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau sosial.
Tim Asesmen Terpadu
Badan Narkotika Nasional (BNN) menetapkan Tim Asesmen Terpadu tingkat pusat setelah melakukan kordinasi dengan Kementrian Kesehatan, POLRI, Kejaksaan RI, dan Kemenkumham (BAPAS) terkait kasus anak. Badan Narkotika Nasional Propinzi ( BNNP ) menetapkan Tim Asesmen Terpadu setelah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah/Kepolisian Resort, Kejaksaan Tinggi / Negeri, dan Kantor Hukum dan Ham (Kanwilkumham/BAPAS), jumlah Tim Asesmen Terpadu yang dibetuk minimal 2 (dua) tim atau lebih dengan anggota tim yang berbeda, tergantung dari banyaknya kasus dan beban kerja.
Baca Juga : ALAMAT PERADILAN UMUM DI INDONESIA
Tim Asesmen Terpadu terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum. Tim Dokter terdiri dari dokter umum atau dokter spesialis kedokteran kesehatan jiwa atau dokter spesialis forensic dan/atau psikolog, beranggotakan minimal 2 (dua) orang dari Institusi Penerima Wajib Lapor ( IPWL ) yang sudah tersertifikasi oleh Kemenkes atas rekomendasi dari Kementrian Kesehatan untuk Tim Asesmen tingkat Pusat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Tim Asesmen ditingkat Provinsi/Kab/Kota. Sedangkan Tim hukum beranggotakan masing-masing 1 (satu) orang terdiri dari unsur POLRI (ditunjuk oleh Dir IV Narkoba, Dir Narkoba Polda, atau Kasat Narkoba Polres), unsur BNN (Penyidik lain yang ditunjuk oleh Deputi Pemberantasan/Kepala BNNP/BNNK), unsur Kejaksaan (jaksa yang ditunjuk), dan Kemenkumham (BAPAS) apabila tersangkanya anak.
Mekanisme Pelaksanaan Asesmen Terpadu
Mekanisme Pelaksanaan Asesmen Terpadu, diatur sebagai berikut :
- Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen berdasarkan tertulis dari penyidik.
Penyidik mengajukan permohonan paling lama 1×24 jam setelah penangkapan, dengan tembusan kepada Kepala BNN setempat sesuai dengan tempat kejadian perkara. - Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen maksimal 2x 24 jam, selanjutnya hasil asesmen dari tim dokter dan tim hukum disimpulkan paling lama hari ketiga.
- Hasil Asesmen dari masing-masing tim asesmen dibahas pada pertemuan pembahasan kasus (case conference) pada hari keempat untuk ditetapkan sebagai rekomendasi Tim Asesmen Terpadu.
Rekomendasi Tim Asesmen Terpaadu berisi keterangan mengenai peran tersangka dan/atau terdakwa dalam tindak pidana, tingkat ketergantungan penyalahguna narkotika, rekomendasi kelanjutan proses hukumnya dan tempat serta lama waktu rehabilitasi. Rekomendasi Tim Assesmen terpadi ditanda tangani oleh ketua tim asesmen terpadu. Dalam kepentingan peradilan hasil rekomendasi Rekomendasi Tim Asesmen terpadu dilampirkan dalam berkas perkara tersangka harus asli bukan dalam bentuk foto copy.
Refrensi : Febrian Anom Harnowo
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
Terimakasih pak infonya
Hanya hukum belaka, tapi aslinya mah harus pakai duit juga
Ujung ujunganya duit
Makasih pak infonya
mantaap, makasih infonya min
Pingback: Prinsip Equal Before The Law Dalam Hukum Pidana Indonesia - MYP Firm
Pingback: MYP Firm - Dapatkah Menggugat Cerai apabila Penggugat Diluar negeri ?