Posted by Admin MYP | Apakah Masyarakat Diperbolehkan Membuat Polisi Tidur?
Apakah Masyarakat Diperbolehkan Membuat Polisi Tidur?
Dampak yang dirasakan masyarakat Indonesia akibat dari meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yaitu adanya kemacetan yang sangat parah. Kemacetan dapat terjadi akibat pengguna jalan mencari jalan alternative untuk mencapai tujuan. Seperti yang kita ketahui, jalan di daerah pemukiman warga tentu tidak seluas jalan raya. Selain itu, banyak anak-anak yang bermain dan berlarian sehingga akan sangat rawan jika jalannya dilewati banyak kendaraan bermotor. Upaya untuk menekan resiko kecepatan dan banyaknya pengguna kendaraan yang lewat padajalan di daerah pemukiman warga, maka warga membuat alat pembatas kecepatan atau yang lebih dikenal dengan nama “Polisi Tidur”. Pembuatan alat pembatas kecepatan yang menjamur tidak dilakukan dengan benar dalam hal ketinggiannya, lebar, jarak, bahan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BACA JUGA : Membeli Barang Hasil Curian, Dapat Dipidana?
Pengertian dan dasar hukum terkait polisi tidur (speed bump)atau alat pembatas kecepatan menurut Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan berbunyi, “Alat pembatas kecepatan digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan jalan”.
Pasal 26 Undang-undang Lalu Lintas Aangkutan Jalan tidak memuat kewenangan bagi masyarakat umum untuk membuat polisi tidur sendiri. Pihak yang berwenang membuat polisi tidur, sebagaimana termuat dalam Pasal Pasal 38 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 82 Tahun 2018, adalah:
- Direktur Jenderal Perhubungan Darat, untuk jalan nasional di luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek);
- Kepala Badan Perhubungan Darat, untuk jalan nasional yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek);
- Gubernur, untuk jalan provinsi;
- Bupati, untuk jalan kabupaten dan jalan desa; dan
- Walikota, untuk jalan kota.
- Badan usaha untuk jalan tol, setelah mendapatkan penetapan Dirjen Perhubungan Darat.
Masyarakat umum dilarang memasang alat pembatas kecepatan seperti polisi tidur. Bahkan, apabila pemasangan polisi tidur membawa kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan, masyarakat umum yang membuatnya bisa dikenakan hukuman. Hal tersebut berdasarkan Pasal 28 dan 274 Ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000.”
BACA JUGA : Perjanjian Pra Nikah: Manfaat dan Pengaturannya
Sumber:
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.
Ilham Budiman, “Tak Boleh Sembarangan, Ini Aturan Membuat Polisi Tidur. Risikonya Bisa Dipidana!” https://berita.99.co/aturan-membuat-polisi-tidur/.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
ok siap pak, makasih infonya
always update, thank you
makasih min, nambah2 ilmu
terimakasih
Pingback: Tidak bayar hutang, bagaimana langkah hukum yang dapat ditempuh?
Pingback: Inilah Aturan Perhitungan Mengenai THR Bagi Para Karyawan - Mohamad Yusup & Partners