Posted by Admin MYP | Akibat Hukum adanya Kawin Kontrak di Indonesia
Akibat Hukum adanya Kawin Kontrak di Indonesia
Perlu dipahami bahwa makna dan dasar dari adanya suatu perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) dijelaskan bahwa tiap-tiap perkawinan tersebut juga harus dicatatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini di instansi pencatat perkawinan.
BACA JUGA : Definisi dan Perbedaan Pro bono dan Prodeo
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asas untuk mempersulit terjadinya perceraian yang artinya perceraian harus dilakukan melalui proses di pengadilan karena adanya alasan yang cukup bahwa antara suami istri tidak dapat hidup rukun sebagaimana diatur pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Adapun alasan-alasan yang dapat menjadi dasar untuk mengajukan perceraian diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 ( dua ) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa adanya alasan yang sah atau karena ada hal yang lain diluar kemampuannya (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam).
- Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam).
Alasan-alasan tersebut diatas masih ditambah 2 lagi sebagaimana tercantum dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu :
- Suami melanggar taklik talak (pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam) .
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga (pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam)
Bahwa perkawinan sementara atau kontrak dengan jangka waktu tertentu atau yang dikenal dengan istilah kawin kontrak, kawin kontrak menurut hukum negara Indonesia telah menyimpangi tujuan perkawinan itu sendiri sebagaimana diuraikan di atas.
Sekalipun dibuatkan suatu perjanjian atau kontrak yang menyepakati untuk melakukan perkawinan kontrak dengan jangka waktu tertentu, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
- Suatu hal tertentu.
- Suatu sebab yang diperbolehkan.
Pada Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Sehingga dengan demikian, isi perjanjian perkawinan kontrak tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, sehingga perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Selain itu juga, karena perjanjian kawin kontrak yang dibuat tidak memenuhi syarat suatu sebab yang halal (syarat objektif), maka batal demi hukum.
BACA JUGA : Pengaturan Pengajuan, dan Implikasi Hukum dari Isbat Nikah
Referensi :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
terimakasih infonya
Mantul, makasih
siap pak, makasih infonya
Pingback: Pada saat kapan Putusan Pengadilan dapat dikatakan telah Berkekuatan Hukum Tetap