Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?

Posted by Admin MYP | Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?

Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?

Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?

Bahwa masalah perceraian di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang Perkawinan dan perubahannya, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (terkhusus untuk pasangan yang beragama Islam).

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan

Apabila didasarkan pada Undang-Undang Perkawinan, diterangkan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.

BACA JUGA : Bisakah Cerai, Apabila Suami Tidak Menghadiri Sidang Perceraian?

Kemudian, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Adapun, alasan-alasan yang dapat menjadi penyebab perceraian adalah sebagai berikut.

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
  6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam

Dalam hukum Islam, perceraian dibedakan menjadi dua, yaitu: karena talak (dijatuhkan oleh suami) dan karena gugatan perceraian (diajukan istri). Yang membedakan adalah subjek yang mengajukan cerai. Yang melakukan cerai talak adalah suami terhadap istri, sedangkan gugatan perceraian dilakukan istri terhadap suami.

Selain itu perlu diketahui pula bahwa menurut Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.

Terkait gugatan perceraian, Kompilasi Hukum Islam mengatur ketentuan bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami. Kemudian, untuk cerai karena talak, Kompilasi Hukum Islam menerangkan bahwa talak adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

Lebih lanjut, perihal talak diatur dalam Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam yang menerangkan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai Perkawinan, tidak ada aturan yang mewajibkan istri untuk memberitahukan kepada suami terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan perceraian atau menggugat cerai suaminya. Dengan kata lain, langkah istri yang menggugat cerai tanpa sepengetahuan suami diperbolehkan menurut hukum. Namun sebaiknya sebelum menggugat cerai suaminya, hendaknya istri memberitahukan suami terlebih dahulu. Agar kedua belah pihak dapat bermusyawarah dan mencari jalan keluar sebelum akhirnya benar-benar memutuskan untuk bercerai. Hendaknya perceraian menjadi upaya terakhir bagi suami dan istri.

Selain itu dalam sidang perceraian, hakim yang memeriksa gugatan perceraian biasanya berusaha mendamaikan kedua pihak yang dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan selama perkara belum diputuskan.

BACA JUGA : Alasan Dibolehkannya Perceraian Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Referensi:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 114 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 6 Comments

  1. (No Name)

    makasih infonya pak

  2. yantiti

    iya pasti boleh dong

  3. rina rarra

    terimakasih ilmunya pak

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel