Jeratan Hukum Penyerobotan Tanah

Posted by Admin MYP | Jeratan Hukum Penyerobotan Tanah

Jeratan Hukum Penyerobotan Tanah

Jeratan Hukum Penyerobotan Tanah

Tanda bukti seseorang dapat menguasai tanah ialah memiliki bukti sertifikat hak milik (SHM) yang harus didaftarkan pada lembaga yang berwenang untuk pendaftaran  tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam hukum, penyerobotan tergolong perbuatan mengambil hak milik orang lain tanpa memperhatikan segala aturan yang berlaku. Sementara penyerobotan tanah bisa didefinisikan sebagai perbuatan merebut atau menguasai tanah milik orang lain. Penyerobotan tanah secara tidak sah termasuk perbuatan melawan hukum sehingga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

BACA JUGA : Bisakah Perceraian Terjadi Karena Talak Satu

Penyerobotan tanah termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang terhadap hak milik tanah. Pemerintah melalui Undang-Undang telah mengatur dalam hal memberikan kemudahan kepada korban yang mengalami penyerobotan tanah yaitu dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.

Mengambil hak orang lain merupakan tindakan melawan hukum. Tindakan ini dapat berupa menempati tanah, melakukan pemagaran, mengusir pemilik tanah yang sebenarnya, dan lain sebagainya. Penyerobotan lahan kosong masuk ke dalam bezit. Bezit merupakan kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantara orang lain seakan-akan barang itu miliknya sendiri.

Pemegang hak tanah yang sah yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah, dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan dan melindungi haknya berupa gugatan melawan hukum jika timbul kerugian atas hal tersebut. Penyerobotan tanah termasuk juga di dalamnya mencuri atau merampas. Melakukan klaim sepihak dan diam-diam, melalui pematokan tanah atau pagar untuk menandai bahwa tanah tersebut sudah menjadi hak milik pelaku secara paksa.

Penyerobotan tanah pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:

  1. Ketidakpedulian pemilik tanah terhadap aset yang dimilikinya;
  2. Ketidaktahuan korban mengenai kepemilikan tanahnya telah dijual atau diberikan kepada orang lain oleh orang tua korban;
  3. Tingginya harga tanah yang mengakibatkan orang-orang mulai mencari tanah mereka dan juga mengakibatkan susahnya untuk memperoleh lahan untuk digarap;
  4. Penjualan tanah orang tua dulu dengan menggunakan sistem kepercayaan sehingga tidak ada bukti terkait peralihan hak tanah tersebut.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan penyerobotan tanah, maka perlu dipastikan adanya perbuatan pidana dan semua unsur kesalahan harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka terdakwa harus:

  1. Melakukan perbuatan pidana;
  2. Mampu bertanggungjawab;
  3. Dengan kesengajaan atau kealpaan;
  4. Tidak adanya alasan pemaaf.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), menyebutkan bahwa tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.

Ayat (1) tersebut berbunyi:

“barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak Rakyat dalam memaka tanah Pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit ditanah tempat orang menjalankan hak Rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu”

Ayat (6) tersebut berbunyi:

“barangsiapa dengan maksud yang serupa menyewakan sebidang tanah tempat orang menjalankan hak Rakyat memakai tanah itu untuk sesuatu  masa, sedang diketahuinya bahwa tanah itu untuk masa itu juga telah disewakan kepada orang lain.”

BACA JUGA : Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?

Referensi:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 5 Comments

  1. mang kepo

    terimakasih infonya

  2. Jangkung

    siap, thank you

  3. pendek

    maksih pak

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel