Definisi dan Jenis-Jenis Delik dalam Hukum Pidana

Posted by Admin MYP | Definisi dan Jenis-Jenis Delik dalam Hukum Pidana

Definisi dan Jenis-Jenis Delik dalam Hukum Pidana

Definisi dan Jenis-Jenis Delik dalam Hukum Pidana

Definisi Delik

Delik atau tindak pidana merupakan sebuah perbuatan yang melanggar Undang-Undang dan bertentangan dengan Undang-Undang yang dilakukan dengan sengaja, sehingga merugikan dan membahayakan orang lain. Akibat dari perbuatan delik atau tindak pidana yang dapat merugikan orang lain, maka dilarang oleh aturan hukum sehingga semua pihak terkait yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku akan dikenakan sanksi pidana.

Jenis-Jenis Delik

  1. Delik Formil (formeel delict) dan Delik Materil (materiil delict)

Delik Formil merupakan delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang. Pada permasalahan tindak pidana formil harus selesai tanpa mengetahui atau menyebutkan akibatnya. Delik Materil merupakan delik yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang.

  1. Delik Kejahatan dan Delik Pelanggaran

Delik Kejahatan dan Delik Pelanggaran dikenal dalam rumusan Pasal-Pasal KUHP  (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang berlaku di Indonesia hingga saat ini. Namun, pembentuk Undang-Undang belum mengatur perbedaan kedua pelanggaran antara kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan terdapat dalam Buku Kedua KUHP  (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), mulai Pasal 104 sampai Pasal 488.

BACA JUGA : Definisi, Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Pelanggaran diatur dalam Buku Ketiga KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu: pada Pasal 489 sampai Pasal 569. Delik Kejahatan (misdrijven) adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, meski perbuatan tersebut belum diatur dalam Undang-Undang. Misalnya, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Tanpa ada aturan hukum, masyarakat sudah mengetahui bahwa pembunuhan adalah perbuatan yang tidak baik dan pantas di pidana.

Delik Pelanggaran (overtredingen), yaitu: perbuatan yang baru diketahui sebagai delik atau tindak pidana setelah diatur dalam Undang-Undang. Contohnya: Pasal 503 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tentang membuat kegaduhan (pelanggaran ketertiban umum).

  1. Delik Aduan dan Delik Biasa

Delik Aduan (Klacht delicten) merupakan suatu delik yang dapat dituntut dengan membutuhkan atau disyaratkan adanya pengaduan dari orang yang dirugikan. Dalam artian apabila tidak ada aduan maka delik itu tidak dapat dituntut atau jika tidak ada aduan, maka delik tersebut tidak dapat diproses oleh hukum. Misalnya: Pasal 284 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tentang Perzinahan, perlu adanya aduan dari suami/istri selaku korban. Delik aduan dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

  1. Delik Aduan Absolut

Merupakan delik yang mempersyaratkan secara absolute adanya pengaduan untuk penuntutannya.  Misalnya: delik perzinahan dalam Pasal 284 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), delik pencemaran nama baik dalam Pasal 310 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan sebagainya.

  1. Delik Aduan Relatif

Merupakan delik laporan (delik biasa) yang karena dilakukan dalam lingkungan keluarga, kemudian menjadi delik aduan.  Misalnya: Tindak pidana pencurian dalam keluarga dalam Pasal 367 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)..

Delik Biasa (gewone delicten) adalah perbuatan pidana yang dapat dituntut tanpa adanya pengaduan.

  1. Delik Umum dan Delik Khusus

Delik Umum (delicta communia) atau setara tindak pidana aduan yang dapat dituntut dengan syarat dari orang yang dirugikan. Pihak yang mengalami kerugian boleh memberikan syarat sebagai ganti pelaku telah melakukan pelanggaran aturan. Delik Khusus (delicta propria) hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas atau sifat tertentu. Misalnya: tindak pidana korupsi atau tindak pidana militer.

  1. Delik Tunggal dan Delik Berganda

Delik Tunggal merupakan delik yang cukup dilakukan dengan satu kali perbuatan. Delik Berganda merupakan delik yang dilakukan secara berulang dan melanggar aturan, misalnya yang terdapat dalam Pasal 481 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tentang Penadahan sebagai kebiasaan.

  1. Delik Kesengajaan (Dolus) dan Delik Kealpaan (Culpa)

Delik Dolus merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan unsur kesengajaan, misalnya: yang terdapat di dalam Pasal 187, Pasal 197, Pasal 245, Pasal 263, Pasal 310, Pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Delik Culpa merupakan delik kealpaan yang merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan tanpa adanya unsur kesengajaan dan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yang dilakukan secara tidak sengaja, misalnya: yang terdapat di dalam Pasal 195, Pasal 197, Pasal 201, Pasal 203, Pasal 231 ayat (4), Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

  1. Delik commisionis, Delik ommisionis, dan Delik commissionis per ommissionem commissa

Delik commissionis merupakan delik pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang, seperti: pencurian, penggelapan, dan penipuan. Delik omisionis merupakan delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah atau tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan, seperti: tidak menghadap sebagai saksi di muka Pengadilan seperti yang terdapat dalam Pasal 522 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Delik commissionis per ommissionem commissa merupakan delik berupa  pelanggaran larangan akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat, misalnya: terdapat seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu.

  1. Delik yang berlangsung terus dan Delik yang tidak berlangsung terus

Delik yang berlangsung terus merupakan delik di mana keadaan terlarang berlangsung secara terus-menerus, misalnya merampas kemerdekaan seseorang yang terdapat dalam Pasal 333 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Delik yang tidak berlangsung terus merupakan perbuatan yang selesai pada saat itu juga, termasuk juga perbuatan yang mewujudkan delik akibat, misalnya: pencurian yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP  (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

BACA JUGA : Perbedaan Pembuktian dalam Perkara Pidana dan Perkara perdata

Referensi:

Sudarto, 2018, Hukum Pidana 1, Semarang: Yayasan Sudarto.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 5 Comments

  1. laeee

    mantap boss

  2. pipit

    makasih infonya pak

  3. rina rarra

    izin copas pak

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel