Definisi, Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Posted by Admin MYP | Definisi, Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Definisi, Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Definisi, Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Definisi Tindak Pidana Penggelapan

Definisi tindak pidana Penggelapan, diatur dalam Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu atau seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 900,- (sembilan ratus rupiah).”

Unsur Pasal 372 KUHP

Unsur yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), sebagai tindak pidana penggelapan, yaitu:

1.       Unsur Subjektif

Unsur subjektif merupakan perbuatan yang dengan sengaja dilakukan guna menggelapkan barang orang lain, dalam hal ini sesuai isi Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu: dengan adanya kata “dengan sengaja”.

2.       Unsur Objektif

Selain itu juga ada unsur objektif dalam Pasal 382 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang ada di dalamnya yaitu:

  1. Unsur suatu benda/barang;
  2. Unsur menguasai secara melawan hukum;
  3. Unsur barangsiapa;
  4. Unsur seluruhnya milik orang lain atau sebagian;
  5. Unsur kepemilikan benda tersebut bukan karena kejahatan.

Unsur subjektif atau unsur dengan sengaja tersebut adalah satu-satunya unsur subjektif yang melekat dalam diri pelaku tindak pidana. Terkait unsur memiliki dalam Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tersebut, perbuatan memiliki adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang atau lebih tegas lagi setiap tindakan yang mewujudkan suatu kehendak untuk melakukan kekuasaan yang nyata dan mutlak atas barang itu, hingga tindakan itu merupakan perbuatan sebagai pemilik atas barang itu.

BACA JUGA : Perbedaan Pembuktian dalam Perkara Pidana dan Perkara perdata

Dalam Memorie van Toelichting (MvT) atau penjelasan terhadap KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), mengenai pembentukan Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), menerangkan bahwa memiliki adalah berupa perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia pemilik benda itu. Menurut hukum, hanya pemilik saja yang dapat melakukan suatu perbuatan terhadap benda miliknya.

Perbuatan memiliki adalah berupa perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia pemilik benda itu, perbuatan mana bertentangan dengan sifat dari hak yang ada padanya atas benda tersebut. Dapat diartikan bahwa pelaku dengan melakukan perbuatan memiliki atas suatu benda yang berada dalam kekuasaannya, yaitu ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbuatan terhadap benda itu. Untuk selesainya penggelapan disyaratkan pada selesai atau terwujudnya perbuatan memiliki,

Pemilikan pada umumnya terdiri atas setiap perbuatan yang menghapuskan kesempatan untuk memperoleh kembali barang itu oleh pemilik yang sebenarnya dengan cara-cara seperti menghabiskan, atau memindahtangankan barang/benda itu, seperti: memakai, menjual, menghadiahkan, dan menukar. Dalam hal-hal yang masih dimungkinkan memperoleh kembali barang itu seperti pinjam-meminjam, menjual dengan hak membeli kembali termasuk juga dalam pengertian memiliki, bahkan menolak pengembalian atau menahan barang itu dengan menyembunyikan sudah dapat dikatakan sebagai perbuatan memiliki.

Dalam tindak pidana penggelapan, perbuatan “menguasai” tersebut merupakan perbuatan yang dilarang, karena barang tersebut sudah sepenuhnya berada dalam penguasaan orang lain tanpa hak dan secara melawan hukum.

Jenis-Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Dalam Buku ke-II (dua) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), mengatur tentang kejahatan, diantaranya adalah penggelapan. Penggelapan terdiri dari 6 Pasal (Pasal 372 sampai dengan Pasal 377), yaitu :

  1. Penggelapan dalam bentuk pokok, yaitu: Pasal 372.
  2. Penggelapan ringan, yaitu: Pasal 373.
  3. Penggelapan yang diperberat, yaitu: Pasal 374 dan Pasal 375.
  4. Penggelapan dalam kalangan keluarga, yaitu Pasal 376.
  5. Penggelapan dalam Pasal 377.

Selain jenis-jenis penggelapan di atas, masih ada tindak pidana lain mengenai penggelapan, yaitu Pasal 415 dan Pasal 417 yang mana tindak pidana dalam Pasal tersebut merupakan kejahatan jabatan, yang kini ditarik ke dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penjelasan jenis-jenis penggelapan yang tertuang dalam Bab XXIV Buku ke-II (2) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu:

  1. Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);

Penggelapan yang diatur dalam pasal 372 KUHP merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok, yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum, mengaku sebagai milik sendiri barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, diancam penggelapan, dengan hukuman penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

Menurut Lamintang, sudah beradanya suatu benda dalam penguasaan pelaku secara melawan hukum, merupakan ciri utama dari tindak pidana penggelapan dalam Pasal 372 KUHP.

  1. Pasal 373 KUHP

Tindak pidana ringan ialah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 373, yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

Tindak pidana penggelapan pada Pasal 373 KUHP diatas, didalam doktrin juga disebut sebagai (gepriviligeerde verduistering), yaitu: tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang meringankan. Unsur-unsur yang meringankan tersebut yaitu: karena yang menjadi objek tindak pidana penggelapan adalah benda bukan ternak dan nilainya tidak lebih dari Rp. 25,00 (dua puluh lima rupiah).

  1. Pasal 374 KUHP

Penggelapan yang diperberat pertama yaitu: penggelapan dalam Pasal 374 KUHP yang berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap benda, disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena suatu pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam pidana paling lama lima tahun”.

Rumusan di atas terdapat unsur-unsur yang memberatkan. Unsur tersebut yaitu: Pertama, karena adanya hubungan kerja. Kedua, karena pencariannya. Ketiga, karena mendapatkan upah.

Beradanya benda ditangan seseorang yang disebabkan oleh ketiga hal tersebut, adalah hubungan yang sedemikian rupa antara orang yang menguasai benda dengan benda tersebut. Penggelapan yang diperberat kedua, ialah dalam Pasal 375 KUHP yang berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh mereka atas benda yang karena terpaksa telah dititipkan kepada mereka atau oleh wali, curatur. Kuasa untuk mengurus harta benda orang lain, pelaksana dari suatu wasiat, pengurus dari badan-badan amal atau yayasan-yayasan atas benda yang karena kedudukan mereka telah menguasai benda tersebut, di hukum dengan pidana selama enam tahun”.

Rumusan penggelapan pemberatan dalam Pasal 375 KUHP di atas, terdiri dari unsur-unsur khusus yang sifatnya memberatkan, yakni beradanya benda objek penggelapan di dalam kekuasaan petindak disebabkan karena, seorang kepada siapa benda itu karena terpaksa telah dititipkan, seorang wali, seorang pengampu, seorang pelaksana dari sebuah wasiat dan seorang pengurus dari lembaga badan amal atas yayasan.

  1. Pasal 376 KUHP

Tindak pidana penggelapan dalam keluarga, diatur dalam Pasal 376 KUHP, yang berbunyi : “Ketentuan yang diatur dalam pasal 376 KUHP itu, berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang diatur dalam bab ini”. Yaitu: kejahatan terhadap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi: Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap penindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (Pasal 367 ayat 1). Tindak pidana aduan, tanpa ada pengaduan baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya tidak dapat dilakukan penuntutan (Pasal 367 ayat 2).

BACA JUGA : memahami bentuk Putusan Pengadilan dalam Penyelesaian perkara pidana

Lamintang memberikan arti delik aduan yang dimana adanya suatu pengaduan, merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang, yang namanya telah disebutkan oleh pengadu didalam pengaduannya. Di dalam pengaduan, tentang terjadinya tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh orang-orang yang dimaksud dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP, disamping menyebutkan peristiwa tindak pidana, pengadu harus menyebutkan nama orang atau orang-orang yang diduga telah merugikan dirinya.

  1. Penggelapan dalam Pasal 377

Pada waktu pemidanaan karena salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 372, Pasal 374, dan Pasal 375 diatas, hakim dapat memerintahkan supaya putusan diumumkan dan dicabutnya hak-hak tersebut sesuai Pasal 35 KUHP Nomor 1-4. Jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan mata pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk pencariannya itu.

 

Referensi:

Adami Chazawi, “Kejahatan Terhadap Harta Benda”. Jakarta: Bayu Media, 2006.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 6 Comments

  1. yantiti

    makasih infonya pak

  2. kuyya

    siap pak boss, infonya bermanfaat

  3. zubai

    makasih pak infonya

  4. gulali

    on time terus

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel