KORBAN BERDAMAI DENGAN PELAKU KDRT, APAKAH PROSES HUKUM DIHENTIKAN?

Posted by Admin MYP | KORBAN BERDAMAI DENGAN PELAKU KDRT, APAKAH PROSES HUKUM DIHENTIKAN?

KORBAN BERDAMAI DENGAN PELAKU KDRT, APAKAH PROSES HUKUM DIHENTIKAN?

KORBAN BERDAMAI DENGAN PELAKU KDRT, APAKAH PROSES HUKUM DIHENTIKAN?

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia serta merupakan diskriminasi dalam berumah tannga. Kekerasan yang dilakukan dalam bentuk dan alasan apapun ialah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Oleh karena itu, sekecil apapun kekerasan yang dilakukan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana yang dapat di proses hukum. Pada umumnya KDRT dapat terjadi karena lemahnya komitmen dan kurang baiknya komunikasi untuk merespon permasalahan hidup, dan seringkali korbannya adalah perempuan dan anak.

BACA JUGA : KLASIFIKASI BENTUK KONTRAK DAN SYARAT-SYARAT SAHNYA

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga, bahwa KDRT adalah “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.

Ruang lingkup rumah tangga menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga antara lain:

  1. Suami, istri, dan anak;
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Adapun bentuk kekerasan yang dikategorikan sebagai tindakan KDRT menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.

Apabila dalam suatu kasus KDRT korban mencabut laporan atau dalam kata lain kedua belah pihak berdamai, untuk mengetahui apakah proses hukum dapat dibatalkan atau tidak maka perlu diketahui terlebih dahulu apakah delik tersebut merupakan delik biasa atau delik aduan. Delik biasa, jika tindakan kekerasan itu menimbulkan korban jatuh sakit, luka berat, gangguan daya fikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama empat minggu secara terus menerus  atau satu tahun tidak berturut-turut, matinya janin/keguguran, tidak berfungsinya alat reproduksi hingga hilangnya nyawa korban. Sedangakn delik aduan, jika kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya serta tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan suatu pekerjaan atau kegiatan sehari-hari sebagaimana diatur dalam Pasal 51 s/d Pasal 53 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga. Delik ini hanya dapat diadukan oleh korban atau kuasanya yang ditunjuk secara sah berdasarkan peraturan dan perundangan.

Jika bentuk KDRT berupa kekerasan fidik dan kekerasan psikis, Ketentuan pidana terhadap perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai delik aduan yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 44 dan Pasal 45 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Pasal 44 menyebutkan bahwa:

  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
  3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
  4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 45 menyebutkan bahwa:

  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Jadi, apabila kedua belah pihak berdamai atau korban mencabut laporan KDRT maka proses hukum dapat dibatalkan. Sebab, perbuatan KDRT yang dilakukan merupakan delik aduan yaitu berupa kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.

BACA JUGA : Hutang Tidak Dibayar, Bagaimana Proses Hukum yang Dapat Ditempuh?

Sumber:

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Agung Budi Santoso, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial”, Jurnal Pengembangan Masyarakat islam, Vol. 10 No. 1, Juni 2019.

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Jika terdapat pertanyaan, kami siap membantu. Hubungi layanan pelanggan MYP Law Firm di bawah ini.

15.000+ masalah hukum telah dikonsultasikan bersama kami

GRATIS

MOHAMAD YUSUP & PARTNERS

Law Office kami memiliki dedikasi tinggi dan selalu bekerja berdasarkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan hukum kepada klien. Law Office ini memberikan pelayanan jasa bantuan hukum baik untuk pribadi (Privat) maupun Korporasi (corporatte) dan kami dapat memberikan pelayanan jasa bantuan hukum pada wilayah litigasi di setiap tingkat peradilan umum baik keperdataan (civil) maupun kepidanaan (criminal), maupun diluar peradilan (non litigasi)berupa jasa konsultasi, nasehat dan opini hukum, serta negosiasi.

This Post Has 6 Comments

  1. nyumnyum

    makasih informasi nya

  2. (No Name)

    informasi yang membantu

  3. Silvia

    salahsatu web yang sangat memberikan wawasan hukum

  4. the king

    siap pak

Selamat datang di Blog Kami, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel