Posted by Admin MYP | Potensi Pidana Melakukan Nikah Siri Tanpa Izin Istri Sah
Potensi Pidana Melakukan Nikah Siri Tanpa Izin Istri Sah
Kata “sirri” sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu: “sirra, israr” yang berarti rahasia.
Ditengah-tengah masyarakat Nikah siri sering diartikan sebagai berikut:
- Pernikahan tanpa wali, pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri), dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju atau karena menganggap sah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;
- Pernikahan yang sah secara agama, dalam hal ini syarat nikah siri telah memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah, namun tidak dicatatkan pada kantor pegawai pencatat nikah, dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain Islam;
- Pernikahan yang dirahasiakan, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
BACA JUGA : Apakah Memviralkan Orang Lain Di Media Sosial Dapat dikenakan Pasal Pencemaran Nama Baik?
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1), menyebutkan bahwa:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Arti dalam Pasal ini menempatkan hukum agama dan kepercayaan adalah syarat utama dalam perkawinan, dan secara implisit tidak melarang nikah siri selama tidak bertentangan dengan agama dan kepercayaan.
Namun dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, menyebutkan bahwa: untuk tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan sebagai bukti telah terjadinya atau berlangsungnya perkawinan, dan bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Karena nikah siri tidak dicatatkan dan tidak memperoleh akta perkawinan, maka ketiadaan bukti akta perkawinan atau buku nikah yang menyebabkan anak maupun istri dari nikah siri tidak memiliki status hukum (legalitas) di hadapan negara.
Bahwa terdapat risiko pasangan yang menikah siri dapat dijerat Pasal 284 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perzinahan, jika suami/istri yang menikah siri ini ternyata masih terikat perkawinan yang sah dengan orang lain. Selain Pasal perzinahan perbuatan suami yang melangsungkan poligami tanpa izin pengadilan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
- Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
- Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa pernikahan atau perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
- Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
- Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Menurut R. Soesilo, suatu syarat supaya orang dapat dihukum menurut pasal ini adalah orang itu harus mengetahui bahwa ia dulu pernah kawin dan perkawinan ini masih belum dilepaskan.
Kemudian, berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, perkawinan dapat putus karena:
- Kematian;
- Perceraian; dan
- Atas Keputusan Pengadilan.
BACA JUGA : Pengertian dan perbedaan Leasing dan Sewa Beli dalam Hukum Pembiayaan
Referensi:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
terimakasih
makasih infonya min
min, saya mau nanya dan udah saya kirim via chat yah, tolong di tanggapi yah min