Posted by Admin MYP | Bisakah Perceraian Terjadi Karena Talak Satu
Bisakah Perceraian Terjadi Karena Talak Satu
Penjelasan mengenai talak satu. Menurut Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia (hlm. 100), mengatakan bahwa Al Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 229 mengatur hal talak/talaq, yaitu : talaq hanya sampai dua kali yang diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara kedua bekas suami istri itu.
BACA JUGA : Bolehkah Istri Menggugat Cerai Tanpa Sepengetahuan Suami?
Jadi apabila suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan istri yang ditalaknya itu masih bisa rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara tertentu. Sayuti Thalib dalam buku yang sama (hlm. 103) menjelaskan mengenai talaq satu atau talaq dua ini disebut juga talaq raj’i atau talak ruj’i, yaitu talaq yang masih boleh dirujuk.
Mengenai talak raj’i ini dapat kita lihat pula pengaturannya dalam Pasal 118 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:
Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.
Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam (KHI):
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Yang dimaksud tentang talak itu sendiri menurut Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Cara mengajukan talak diatur dalam Pasal 129 – Pasal 131 Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:
Pasal 129 KHI :
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Artinya, suamilah yang dapat menjatuhkan talak kepada istrinya di Pengadilan Agama. Di samping itu, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Jadi, apabila talak dijatuhkan di muka Pengadilan oleh suami, maka pasangan suami istri tersebut telah sah bercerai, baik secara hukum agama, maupun secara hukum negara. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.
Kemudian dalam Pasal 34 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 antara lain mengatakan bahwa bagi mereka yang beragama Islam, suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
BACA JUGA : Bisakah Cerai, Apabila Suami Tidak Menghadiri Sidang Perceraian?
Referensi:
Sayuti Thalib. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. UI-Press: Jakarta.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
makasih infonya pak
ok pak, makasih infonya
terimakasih atas infonya
Pingback: Jeratan Hukum Penyerobotan Tanah - Mohamad Yusup & Partners
Pingback: Apakah Anak dari hasil Perkawinan Siri Berhak menjadi Ahli Waris? - Mohamad Yusup & Partners